Jenis Film : Drama
Produser : Ifa Isfansyah
Sutradara : Eddie Cahyono
Penulis : Eddie Cahyono
Produksi : Fourcolours Films
Film
yang berdurasi 88 menit ini terasa begitu lama padahal saya dan pasangan masuk
terlambat hampir 20 menit karena melihat jadwal di Cinema 21 film dimulai jam
13.00 tetapi ketika sampai di XXI TIM film sudah dimulai pukul 12:30. Ketika membeli
tiket hampir kaget karena semua kursi hijau dan saya pilih best view di tengah. Saya hanya berdua dengan pasangan memasuki
teater tanpa penjaga dan langsung masuk agak terburu-buru karena film sudah
diputar. Yah, benar di dalam tak ada satu pun penonton.
Sebagai
penikmat film Indonesia yang diawali dengan mengikuti festival film pendek
Indonesia dari dua tahun silam menjadikan saya penasaran untuk menonton film
SITI, film ini diangkat dari kisah nyata orang-orang pinggiran Parangtritis,
Yogjakarta termsuk jenis film dokumenter menggunakan gambar monocrom, hitam
putih. Kenyataannya film ini awalnya berwarna, lalu apa yang menyebabkannya
tayang di bioskop Indonesia menjadi hitam putih? Hal tersebut disebabkan
pencahayaan yang kurang bagus menjadikan film ini harus melalui beberapa
sensor, salah satunya dari segi pencahayaan. Cahaya yang tidak bagus akhirnya
menjadikan film ini akhirnya diubah menjadi film hitam putih.
Keadaan rumah dan dapur rumah SITI
Film
ini menceritakan seorang ibu sekaligus istri bernama SITI dengan segala konflik
batin disebabkan oleh suami yang mengalami kecelakaan lumpuh, tak mau
berbicara, namun dia berusaha untuk melinasi hutang suaminya yang dipinjam
untuk membeli kapal yang hilang di laut. “Laut yang memberikan dan lautlah yang
mengambilnya”, salah satu kutipan dari film SITI. Segala usaha di lakukan SITi
dan Ibu mertuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berjualan
kripik jangkrik dan undur-undur yang dipasarkan di pantai Parangtritis, dan
malam hari bekerja di tempat karaoke sebagai “penyayi”. Pada akhirnya SITI
diusir oleh suaminya sendiri setelah pulang dari tempat karaoke, dan telah
mengumpulkan uang untuk membayar hutang, di akhiri dengan adegan SITI meuju
kelaut dengan wajah yang penuh dengan seribu kata dan pertanyaan.
Adegan Siti di Karaoke setelah beberapa hari karaoke di tutup dikarena belum ada izin.
Film
yang sepertinya tidak banyak menghabiskan dana ini hanya berlatar di
Parangtritis Yogjakarta, di pantai, di rumah, di kantor polisi dan di tempat
karaoke ini pada awalnya menjadi pemenang di acara festival film di kancah
Inetrasional dan kemudian menjadi pemnang di beberapa kategori di kancah
Nasional. Mungkin dengan adanya beberapa penghargaan tersebut pada akhirnya
film ini dikomersilkan.
Sampai
saat ini saya masih penasaran mengapa film ini menjadi pemenang di berbagai
ajang perfilman nasional maupun internasional. Dari beberapa artikel yang saya
baca, film ini mengangkat kisah nyata apa adanya tanpa ada pengaruh dari pihak
manapun dengan menyuguhkan kondisi sosial kemiskinan orang-orang pesisir Parangtritis.
Dan film ini dikemas dengan cara yang berbeda tidak dengan melankolis dan
hiperbola namun dengan apadanya dan bertahan.
Dari
sudut pandang saya yang terlalu brdekatan dengan kenyataan hidup dan termasuk kehidupan
seperti SITI memang ada di kampung saya, saya merasa cerita film ini biasa
saja. Yang menjadikannya menarik adalah beberapa simbolik dan yang membuat saya
melakukan berbagai penafiran setelah menontonnya, seperti: Apakah suami SITI
yang lumpuh tak bisa berbicara? Pada akhir cerita dia hanya menyaakan satu kata
Pergilah! Lalu apa yang membuatnya tak mau berbicara apakah hanya karena
kebencian? Apakah konflik batin SITI berujung pada kematiannya? Apakah itu tanda
rasa setianya? Sedangkan di belakang suaminya dia bercinta dengan Mas Gatot?
Apakah yang dilihat oleh para juri dan yang lain yang tidak dilihat oleh saya
(awam film)?
Sesungguhnya
film yang bagus adalah film yang membuat kita untuk terus bertanya dan berfikir
bukan hanya menerima dan sejauh ini saya menikmati film ini dengan
suguhan-suguhan yang tak pernah dinikmati oleh banyak khalayak umum karena pada
kenyataannya peminat untuk menonton film ini sangat tidak ada. Lalu seperti
apakah film yang berkualitas dan bagus? Apakah yang banyak di tonton di layar
lebar? Apakah yang dipajang berminggu-mingggu di manapun? Apakah yang
menghabiskan banyak uang? Apakah yang mengadakan promo dan tour ke berbagai
daerah?
Beberapa
pertanyaan tersebut menjadikan PR yang prnting dan belum dapat kita jawab
secara bijak. Namun sesuai dengan keadaan dan kenyataan di Indonesia film yang
banyak ditonton dan digemariadalah film yang dibintangi oleh artis-artis ternama
dengan cerita drama yang terlalu tinggi kadar fiksinya atau film Hollywood yang
menjadi box office dan akhirnya orang Indonesia pensaran dan hanya ikut-ikutan
menonton saja.
Pada
awalnya film ini hanya diputar dan beredar di berbagai komunitas tertentu saja
namun setelah dikomersilkan hanya di dua biioskop saja ini respon masyarakat
pun tak terlihat dan hampir tak ada. Dan pada akhirnya menjadi film yang hanya
dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Walau penikmat film ini sepi namun
SITI selalu terpatri dalam pikiran dan hati.
Scene terakhir yang akhirnya suami Siti berbicara hanya satu kata
“Lunggo’o!”
Beberapa
penghargaan dari Film SITI, yaitu:
1.
5 kategori nominasi Festival Film Indonesia
(FFI) 2015
2.
3 penghargaan sekaligus salah satunya di
kategori paling bergengsi yaitu Film Terbaik. Di kategori tersebut, film yang
diproduseri oleh Ifa Isfansyah ini berhasil mengalahkan para pesaingnya yaitu A
Copy of My Mind, Guru Bangsa: Tjokroaminoto, Mencari Hilal dan Toba Dreams.
3.
Film Terbaik, di FFI 2015 Siti juga
berhasil meraih Piala Citra di Kategori Penulis Skenario Asli Terbaik dan
Penata Musik Terbaik.
4.
Best Performance di Singapore International
Film Festival 2014
5.
Best Scripting di Shanghai International
Film Festival ke-18 tahun 2015
6.
Film Panjang Terbaik di Apresiasi Film
Indonesia (AFI) 2015.
Berikut
Sinopsis film SITI sumber http://www.21cineplex.com/siti-movie,4082,06SITI.htm
Bercerita
kehidupan satu hari seorang perempuan bernama Siti (Sekar Sari), 24 tahun. Siti
adalah seorang ibu muda, yang harus mengurusi ibu mertuanya, Darmi (Titi
Dibyo), anaknya, Bagas (Bintang Timur Widodo), dan Suaminya, Bagus (Ibnu Widodo
“Gundul”). Bagus mengalami kecelakaan saat melaut setahun yang lalu,
mengakibatkan tubuhnya mengalami kelumpuhan. Kapal Bagus yang baru dibeli
dengan uang pinjaman hilang di laut. Siti harus berjuang untuk menghidupi
mereka dan membayar hutang pada pak Karyo (Chatur Stanis).
Disaat
keadaan makin terjepit, Siti terpaksa bekerja siang dan malam. Pada siang hari
Siti berjualan Peyek Jingking di Parangtritis. Malam hari Siti bekerja sambilan
sebagai pemandu karaoke untuk menambah penghasilan. Bekerja sebagai pemandu
karaoke membuat Bagus tidak suka pada Siti dan membuatnya tidak mau bicara lagi
dengan Siti. Keadaan ini membuat Siti frustasi. Gatot (Haydar Saliz), seorang
polisi yang dikenal Siti di tempat karaoke menyukai Siti sejak lama dan ingin
menikahinya. Gatot meminta Siti untuk meninggalkan suaminya. Siti dalam
kebimbangan. Tekanan hidup membuat Siti harus memilih.
sepertinya bagus filmnya yah
BalasHapusinternet axis