Setelah mendapatkan mata kuliah dalam semester yang sangat pendek hanya satu bulan ini memotivasi saya untuk bisa belajar mandiri lagi, membaca beberpa buku sumber namun buku sumber yang digunakan paling utama adalah karya Martini Jamaris. Dan dari perkuliahan yang sangat sayangkan dipadatkan dan menjadi pedek sekali sehingga diberi nama Semester Pedek ini saya belajar tentang apa sih orientasi baru dalam pendidikan itu? Nah, di sini saya rangkum apa yang saya ketahui dan pahami tentang hal tersebut dan khsusunya saya kaitkan dengan bidang konsentrasi saya pada pendidikan bahasa.
Jika ada pendapat atau sumber buku lain tentang pembahasan yang sama dapat berbagi dengan saya, terimakasih :)
Jika ada pendapat atau sumber buku lain tentang pembahasan yang sama dapat berbagi dengan saya, terimakasih :)
Psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia,bak tingkah laku yang
telihat secara langsung, seperti: berbicara, berlari, melamun, belari maupun
tingkah laku yang tidak terlihat langsung, seperti: pemahaman, berfikir,
mengingat, merasakan, dan menghayati. Manusia menjadi obejk kajian ilmu
psikologi, ilmu psikologi berusaha untuk mengamati, mengidentifikasi,
menjelaskan, dan memprediksi setiap tingkah laku manusia. Dengan adanya ilmu
psikologi kita dapat memahami orang lain dan diri kita sendiri.
Psikologi
merupakan bagian dari ilmu sosial yang pada awalnya merupakan kajian dari
filsafat, kemudian Wilhelm Wundt (1832-1920), seorang berkebangsaan Jerman
memishkan psikologi dari filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
(otonom). Ilmu psikologi berkembang pesat ke berbagai ranah kehidupan, seperti:
psikologi perkembangan,psikologi kepribadian, psikologi abnormal, psikologi klinis, psikologi sosial, dan
psikologi pendidikan. Ilmu psikologi masuk di Indonesia pada tahun 1953[1] yang diperkenalkan oleh
Prof. Slamet Iman Santoso.
Ilmu
psikologi memiliki kontribusi yang besar pada ilmu pengetahuan lain, seperti
pada ilmu pendidikan disebut psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan
merupakan ilmu yang bersifat interdisiplin, psikologi berperan dalam memahami karakteristik siswa dari
berbagai perkembangan sehingga dapat dijadikan acuan untuk guru dalam merancang
pembelajaran, pemilihan materi pelajaran, metodologi pengajaran, proses
pembelajaran, dan pengukuran evaluasi. Tidak hanya guru yang memerlukan prinsip
psikologi tetapi seluruh kegiatan pendidikan. Misalnya, seleksi penerimaan
siswa baru, panitia seleksi membuat soal sesuai dengan perkembangan peserta
seleksi. Penyusunan kurikulum, penyusun kurikulum harus mengidentifikasi
kebutuhan siswa dan acuan yang harus dicapai menyesuaikan dengan perkembangan
siswa dan selanjutnya kurikulum dapat dikembang oleh setiap sekolah dan guru.
Pada
proses pembelajaran bahasa guru dapat melakukan pendekatan pada siswa dari
berbagai prespektif dalam psikologi yang berimplikasi pada , seperti:
pendekatan behavioristik, guru berperan aktif dalam pembelajaran memberikan
stimulus-stimulus agar siswa merespon. Contoh: guru menanyakan kabar siswa “how are you today”? Dengan stimulus
pertanyaan tersebut siswa akan menjawab “i’m
fine, and you?” dan guru memberikan jawaban serta penguatan “okey, good and i’m fine too”, dari
sitauasi tersebut guru dapat megkondisikan kelas. Pendekatan humanistik, pendekatan
psikodinamik. Pendekatan kognitivisme, dan pendekatan sosial.
Selain
menggunakan pendekatan guru harus memahami bagaimanakah perkembangan siswa
dalam memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa pada manusia diawali sejak umur 0
dengan menyimak suara yang berada disekitar dan sudah dapat berbicara hanya
mengeluarkan suara tangisan atau tertawa kemudian berkembang sampai 1 tahun,
anak dapat mengkombinasikan suara vokal dan suara kosnonan, seperti: aaa....,
emmm.., maaa..., paaa... Pada tahap ini suara yang dikeluarkan anak seperti
mengandung makna, walaupun ia belum tidak mengetahui maksudnya. Perkembangan
selanjutnya pada usia 1-2 tahun anak sudah dapat mengerti kosakata yang
didengar dan menirukannya dengan mengucapkan. Seperti, anak lapar dan hanya
mengucapkan mamam, yang artinya anak meminta makan. Anak belum dapat
memproduksi kalimat tetapi hanya satu atau dua kata saja. Selanjutnya, pada
usia 2-3 tahun anak megalami perkembangan yang cukup pesat, anak telah
menguasai dan mengerti 300-1000 kosakata, tetapi belum dapat menggunakannya
dalam percakapan. Kesenangan anak merangkai kalimat dengan menggunakan
intonasi, misalnya, guk.. guk...,
negong.. ngeong... Perkembangan selanjutnya 3-4 tahun, anak sudah mampu
berkomunikasi dengan orang-orang yang berada disekitarnya dengan membuat
kalimat lebih dari dua kata tetapi strukturnya belum baik. Rasa keingin tahuan
anak sangat tinggi pada masa ini, anak sering bertanya “apa ini?” “mengapa begitu?”. Dari rasa ingin tahunya itu anak
telah memiliki kosakata sangat luas yang meliputi kosep-konsep: warna, bentuk,
ukuran, perasaan, dan sebagainya. pada masa ini, waktu bermain anak sangat
tinggi dan sering sekali anak bermain memasak, boneka, mobil-mobilan berbiacara
dengan dirinya sendiri sesuai dengan imajinasi yang berkembang dipikirannya.
Pada usia 4-6 tahun anak sudah dapat berbicara dengan lancar, anak menguasai
2500 kosakata dan secara aktif menggunakannya untuk berkomunikasi, susunana
strukturnya mulai membentuk, seperti: “Ahmad
suka kue itu”, “Aku mau main bola”. Perkembangan bahasanya bergerak pada
hal-hal yang nyata dibadingkan dari perkembangan sebelumnya, anak sudah bisa
bercerita, menghindakan rasa malu. Selanjutnya, perkembangan kemampuan
berbahasa usia 6-7 tahun, usia anak sudah memasuki sekolah dasar, anak sudah
mampu berkomunikasi dengan baik dengan memproduksi kalimat yang lebih kompleks
dan menerapkan aturan tata bahasa yang sudah sejajar dengan kemampuan orag
dewasa. Anak sudah mampu mengungkapkan apa yang mereka lakukan, yang akan
mereka lakukan, keberhasilan yang ingin dicapai.
Bahasa
pertama diperoleh anak sejak kecil, tanpa ia sadari bahasa tersebut dapat
dikuasainya karena sering menyimak bahasa dari orang-orang sekitarnya, disebut
juga bahasa Ibu. Ibunya menggunakan bahasa Jawa maka anak memiliki bahasa
pertama bahasa Jawa. Kemudian, fenomena yang terjadi sekarang adalah di PAUD
anak-anak sudah mendapatkan pembelajaran bahasa kedua seperti bahasa Indonesia
dari berkomunikasi dengan gurunya kemudian diajarkan juga kosakata bahasa
Inggris. Hal tersebut dapat saja diikuti oleh anak namun secara fonologis
pengucapannya belum benar, dan dari segi makna anak juga belum memahaminya. Fenomena
tersebut menyebabkan kerancuan pada masing-masing bahasa, bahasa mengalami
keracunan dan mengakibatkan terjadinya alih kode dan campur kode. Contoh alih
kode, anak-anak berkomunikasi dengan teman sebayanya menggunakan bahasa Ibu
mereka, misalnya bahasa Jawa kemudian ada Ibu Guru masuk lewat dan bertanya
pada salah satu dari mereka menggunakan bahasa Indonesia maka anak tersebut
akan menjawab menggunakan bahasa Indonesia. Terjadi peralihan pemakaian bahasa
karena berubahnya situasi. Contoh campur kode, Ahmad bertanya pada Ani
menggunakan bahaa Indonesia, “Ani, bagaimana liburanmu”, kemudian Ani menjawab,
“Yah, liburanku very excaited”. Percampuran frasa “very excaited” tersebut
dalam bahasa Indonesia disebut dengan cmpur kode.
Perkembangan
setiap anak akan terlihat berbeda-beda karena setiap anak berasal dari latar
belakang yang berbeda, dan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor bawaan
dan faktor lingkungan anak. Misalnya, anak yang memiliki orang tua bekerja
dibidang musik maka anak akan terbiasa dari kecil dengan musik, memilki
intelegensi dalam bidang musik dan karena lingkungannya para pemusik maka
kemungkinan memiliki gaya belajar untuk mendapatkan informasi dan ilmu menggunakan audio. Keragaman individu
tersebut memberikan perbedaan anak dalam beberapa hal, seperti: perbedaan
intelegensi, perbedaan kepribadian, perbedaan dalam gaya belajar, dan perbedaan
tempramen.
Intelegensi atau kemampuan setiap anak tidaklah
sama, menurut Gardner kecerdasan atau intelegensi ada 8 macam yaitu: Kecerdasan
linguistik, Intelegensi logis-matematis, Intelegensi Musik, Intelegensi
kinestetik, Intelegensi Visual-Spasial, Intelegensi Interpersonal, Intelegensi
Intrapersonal, dan Intelegensi Naturalis. Dikaitkan dengan pengajaran bahasa,
guru dapat mengajarkan bahasa dengan menggunakan pendekatan mutiple
intelegensi. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik cenderung lebih mudah
dalam memaknai kata dan mengekpresikan melalui bahasa, guru hanya perlu
mengarahkan dan memfasilitasi anak dengan memberikan buku bacaan sastra
kemudian meningkatkan kemampuan menulis ilmiah dan non-ilmiah. Anak yang
memiliki intelegensi logis-matematis dapat dengan cara studi kasus, anak
dibeikan masalah mengenai materi bahasa dan sastra kemudian anak tersebut akan
secara logis memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya, anak dengan intelegensi
musik, pengajaran bahasan dapat diajarkan memalui audio, siswa menyimak
musikalisasi puisi, story telling, dan sebaginya. Siswa yang memiliki kemampuan
kinestetik cenderung aktif gerakannya, pembelajarannya dapat di lingkungan
kelas dengan mengamati lingkungan sekitar sekolah siswa dibimbing untuk membuat
puisi, kemudian mewawancarai tokoh-tokoh sekolah. Kemudian, anak dengan Intelegensi
Visual-Spasial, guru dapat memberikan pembelajaran bahasa dengan gambar
berseri, puzzle, gambar-gambar ditampilkan dengan bantuan media visual dan
audiovisual. Anak yang memiliki Intelegensi Interpersonal, pembelajaran bahasa
dapat dengan membentuk kelompok untuk berdiskusi dan mempresentasikannya di
depan. Anak dengan kemampuan Intelegensi Intrapersonal, guru dapat memberikan
tugas projek bahasa seperi membuat resensi buku, membuat cerpen, atau membuat
laporan kegiatan, anak ini cenderung independent, dan belajar dari diri
sendiri. Kemudian, siswa dengan Intelegensi Naturalis, guru dapat memberikan
pembelajaran yang berkaitan dengan alam, menampilkan cerita tetang alam
menggunakan media audiovisual kemudian anak mengungkapkan kembali atau menulis
apa yang didapatkan dari cerita tersebut. Siswa akan lebih termotivasi belajar
dengan pendekatan yang sesuai dengan kemampuannya.
Sumber Bacaan: Martini Jamaris. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan.
[1] Sudarwan
Danim dan Khairil. Psikologi Pendidikan
(Dalam Perspektif Baru). (Bandung : Alfabeta, 2010), halaman 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar