Jumat, 10 Februari 2012

BELAJAR DARI SITI HAJAR

BELAJAR DARI SITI HAJAR


Ibu, kasihmu terus bersinar
Kau ajarkan, baik dan juga benar
Akupun tahu, Allah Maha Besar
Bagiku, engkaulah Siti Hajar



"Bila aku berlayar lalu datang angin sakal, Tuhan yang ibu tunjukkan telah aku kenal." Tulis KH. D. Zawawi Imran (budayawan asal Madura), dalam sajaknya yang berjudul ‘Ibu’. Penggalan puisi di atas adalah ekspresi salam ta’dzim sang penulis kepada ibunya yang telah melahirkannya. Ibu adalah wanita yang kasihnya begitu tulus. Ia berikan separuh jiwanya untuk buah hatinya. Sejak dalam kandungan, kita sudah begitu nyaman berada dalam lindungan ibu. Lalu, pernahkah kita berfikir, bagaimana kita membalas kasih tulus sang ibu?
            Anak adalah amanah Allah. Sementara orang tua adalah pemegang amanah besar tersebut. Menunaikan amanah dengan baik akan diganjar surga. Sedangkan menyia-nyiakan amanah adalah dosa besar. Itu pula yang menggambarkan kecintaan Siti Hajar kepada anaknya, Isma’il AS. Ia telah mengurusi Isma’il AS dengan segenap kemampuan. Namun ia sadar bahwa amanah itu adalah titipan. Titipan itu adalah milik Sang Penitip. Sang Penitip itu tiada lain adalah Allah SWT.
            Ketika Allah SWT memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelih putranya, Siti Hajar tidak sama sekali melayangkan protes. Sebagai ibu yang sangat menyayangi anaknya, ia (tetap) sadar bahwa pemilik Isma’il AS yang sejati hanyalah Allah. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ia merelakan Isma’il AS untuk dijadikan sesembelihan. Rasanya, sangat sukar menemukan Siti Hajar saat ini. Bagaimana mungkin seorang ibu tega (Jawa; tegel) melihat anaknya dibunuh, dan oleh bapaknya sendiri.
            Siti Hajar memang bukan wanita biasa. Ia adalah sosok wanita yang luar biasa. Wajar kalau kemudian anaknya, Isma’il AS, diangkat pula oleh Allah sebagai seorang nabi dan rasul. Siti Hajar telah mengajarkan kepada para ibu untuk bijak dalam menyikapi karunia Tuhan. Jangan sampai karena kecintaan kepada sang anak menjadikan manusia lupa akan kebesaran Ilahi. Ketika kita lebih mencintai dunia, termasuk sang anak, lebih dari cinta kita kepada Allah maka tunggulah keputusan-Nya. Itu karena Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. at-Taubah [9]: 24)
            Konsistensi ketaatan kepada Allah sering kali harus berbenturan dengan kecintaan manusia kepada anak keturunannya. Itulah yang dialami oleh Siti Hajar, ibunda Isma’il AS. Benturan tersebut, sebenarnya, adalah ujian yang berat dari Allah SWT, kepadanya. Dalam kisahnya, Siti Hajar telah berhasil menunjukkan kepada Allah akan kemurnian taatnya, walaupun harus merelakan anak satu-satunya menjadi tebusannya. Sungguh luar biasa! Tentu kita mendambakan sosok Siti Hajar hadir di tengah-tengah kita.
            Sosok ibu adalah qudwah yang paling dekat bagi seorang anak. Dalam Islam, seorang anak idealnya disusui oleh ibunya selama kurun waktu 2 tahun. “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna…” (QS. al-Baqarah [2]: 233). Ibu dengan penuh ketulusan, merelakan hari-harinya untuk bersanding-ria dengan buah hatinya. Selama 2 tahun, ibu memberikan air susunya untuk kelangsungan hidup sang anak. Sudah tidak diragukan lagi hikmah dari perintah ini. Kandungan gizi air susu ibu memang tidak pernah mampu tergantikan.
            Sejak anak dalam kandungan, sejatinya sudah mulai belajar akan arti kehidupan. Ia sudah dapat menangkap kondisi alam sekitar yang mengitarinya. Kemudian lahir ke dunia, menyapa alam semesta. Sang ibu menjadi pendampingnya yang begitu ramah. Ibu menyediakan segenap kebutuhan bagi buah hatinya. Lalu, bagaimana dengan ibu yang tega membunuh anaknya? Mungkin benar kata orang. “Semua ibu itu perempuan, tetapi perempuan itu belum tentu keibuan.” Ibu yang tega membunuh itu memang tetap seorang ibu, tetapi ia tidak memiliki jiwa keibuan. Na’ûdzubillah
Keteguhan Iman Siti Hajar
            Bagaimana Siti Hajar begitu yakin dengan perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya. Padahal, Isma’il AS laksana buah hati belahan jiwa, baginya. Ibrahim AS dan Siti Hajar baru mendapatkan sang putra dalam usia yang tidak lagi muda. Setelah mendapatkan dambaan hatinya, Isma’il AS, justru Allah memerintahkan keduanya untuk menyembelihnya. Luar biasa kegundahan jiwa Ibrahim dan istrinya ketika itu.
            Siti Hajar digoda, setelah setan gagal menggoda Ibrahim AS dan Isma’il AS. Setan seolah berbisik, “Tidakkah kamu sayang kepada anakmu yang kamu bela berlari dari (bukit) Shafa dan Marwah untuk mencari air minum!” Atau, setan membisikkan, “Kamu seorang ibu yang tega membiarkan bapaknya yang tidak ikut merawat sejak bayi, tapi justru (akan) menyembelihnya ketika anak itu beranjak remaja.” (Fathurrofiq, Radar Jogja, 4/11/11).
            Seandainya Siti Hajar memrotes tindakan yang akan dilaksanakan Ibrahim AS, besar kemungkinan Ibrahim AS akan mengurungkan niatannya. Namun ternyata keimanan Siti Hajar begitu tangguh. Ia tidak sama sekali terbawa oleh bujukan setan. Ia kemudian mengumpulkan beberapa kerikil dan melemparkannya kepada setan. Itu sebagai pertanda akan ketaatan pada Tuhan dan upaya untuk mengindarkan diri dari godaan setan. Prosesi melempar setan yang dilakukan Ibrahim AS, Isma’il AS, dan Siti Hajar, diabadikan dalam syariat haji. Syariat itu yang dikenal dengan istilah melempar jumrah (ram’yu al-jumrah).
            Seorang ibu, selain harus taat kepada Allah, juga harus menanamkan ketauhidan kepada anaknya. Dengan tauhid, sang anak mengerti hakikat penciptaannya di dunia. Ia diciptakan tiada lain hanyalah untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS. adz-Dzâriyât [51]: 56). Segala kebaikan yang dilakukan di dunia, termasuk berbakti kepada orang tua, adalah manifestasi dari pengabdian kepada Allah. Hal itu karena berbakti kepada orang tua adalah perintah Allah SWT dalam kitab suci-Nya (QS. al-Isrâ’ [17]: 23).
Zam-zam sebagai Kenangan
            Kisah Siti Hajar, memberikan pelajaran yang berharga bagi umat manusia. Siti Hajar adalah ibu yang begitu sayang dan cinta kepada anaknya, Isma’il AS. Ia rela berlari-lari kecil untuk mencari air, demi menghilangkan dahaga putranya. Sementara ia juga sedang merasakan hal yang sama. Namun yang terfikirkan kala itu adalah bagaimana Isma’il bisa meminum air. Antara Shafa dan Marwah, Siti Hajar berlarian sebanyak 7 kali. Hanya fatamorgana (sarâb) yang menjadikannya yakin akan adanya air. Tetapi sebanyak 7 kali bolak-balik, ia tetap gagal mendapatkan air.
            Akhirnya, Allah menunjukkan kepadanya, bahwa dengan menghentakkan kaki maka akan keluar air. Sumber air itulah yang sampai saat ini tidak pernah berhenti memancarkan air. Ia terus mengalir, menjadi sumber kehidupan bagi umat manusia, khususnya penduduk Mekah, dan tentunya jamaah haji. Kita juga sadar begitu berharganya air dalam kehidupan. “… Dan Kami Jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. al-Anbiyâ’ [21]: 30).
            Ternyata perjuangan Siti Hajar, tidaklah sia-sia. Manfaat dari usaha kerasnya dikenang sepanjang masa. Tidak pernah termakan usia. Itu karena zam-zam menjadi air kehidupan yang juga berguna untuk sebagai obat penyembuhan pelbagai penyakit. Singkat kata, air zam-zam yang pernah kita teguk adalah berkat perjuangan Siti Hajar. Palajaran berharga dari kisah ini adalah, bagaimana seorang ibu di masa kini, berperan aktif dalam kehidupan. Sehingga perannya akan terkenang sepanjang masa.
Siti Hajar dan Peran Wanita
            Ustadzah Khofifah Indar Parawansa (juri kontes dai muda ANTV), menyadari bahwa peran wanita yang begitu kuat dalam lintasan sejarah Islam, tidak banyak diungkap. Para dai/muballigh, nampaknya belum akrab untuk mengobarkan kisah perjuangan heroik wanita yang patut dijadikan teladan. Padahal seharusnya, banyak kisah yang dapat dieksplorasi lebih jauh, termasuk kisah Siti Hajar yang luar biasa inspiratif. Sehingga, wanita dapat ditempatkan secara proporsional dalam kehidupan sosial.
            Siti Hajar adalah wanita, istri, ibu yang berhasil menemani dakwah suaminya. “Di sebelah lelaki sukses, ada seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah istrinya,” tulis Ahmad Rifa’i Rif’an dalam bukunya. Hal itu pula yang menggambarkan suksesnya perjuangan Nabi Ibrahim AS tidaklah lepas dari hadirnya Siti Hajar dalam kesehariannya. Dalam hal ini, ibu adalah partner sang ayah yang terus memompa semangat juang untuk berbuat baik demi kemaslahatan umat manusia. Semoga hal ini membukakan mata hati untuk tidak menomorduakan peran wanita dalam kehidupan.
            Kisah Siti Hajar menyadarkan kita akan besarnya peran seorang ibu. Di mana ibu di saat yang sama harus mengabdi kepada ayah (suaminya) dan berkewajiban untuk mengurusi sang anak. Kita faham bahwa berbakti kepada orang tua, khususnya ibu, adalah sangat mulia. Pertanyaan penting, kapan terakhir kali kita berdoa untuk ibu kita? Tulisan ini memotivasi kita untuk menyayangi ibu, walau “sayang” itu tidak akan dapat menebus budi baik dan jasanya. Semoga! Allahumma ighfirlanâ wa liwâlidainâ warhamhumâ kamâ rabbayânâ shighârâ. Âmîn. Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb. []

IKAN dan KARANG

Sebuah musim berganti, 425 hari sudah berlalu tetapi sebuah karang itu hanya tak mengerti, ia adalah sebuah karang yang di temani oleh ikan-ikan kecil yang berwarna-warni dalam hidupnya. Ikan-ikan itupun hilir berganti menjadi tempat tinggal sementara, ketika badai menerjang, ketika ombak yang keras menggulung seisi lautan, atau menjadi tempat tinggal sebuah ikan yang`kan setia menemani dirinya hingga rapuhnya karang tersebut di tinggal olehnya.
Seekor ikanpun setia menemai perjalanan hidupnya melewati segala sesuatu yang terjadi di dalam lautan yang luas ini. Ketika ada ikan yang lebih cantik daripada ia, karangpun tak mengijinkanya tuk tinggal menemaninya, ia hanya boleh singgah dan mampir saja setelah itu ia berharap pergi meninggalkan ia dan ikan tersebut.

Karang tersebut tidak selamanya mulus dan halus, ketika ikan itu memasuki keruang yang lebih dalam karang takut akan menyakiti dirinya oleh sisinya yang tajam. Ikan itupun terkadang terluka karena sisi yang tajam tersebut, karang hanya bisa diam ketika ikan tersebut membutuhkannya untuk menyembuhkan luka tersebut. Sebisa mungkin karang itu mematahkan sisi yang tajam dan kasar itu namun semakin banyak sisi yang tajam lainya tumbuh. Karang hanya takut melukai ikan itu lagi. Ia bukan tempat yang bagus dan nyaman lagi seperti dulu. Ia tahu kekurangan dan keburukan yang ia miliki. hanya saja ia pun tak bisa mengurangi atau menghilangkanya.

Karang tak banyak berharap, tanpa apa karang hidup sendiri? Sebuah karang hidup karena ada ikan yang selalu menemaninya dengan setia. Menjaganya dari ikan-ikan yang merusak dirinya, merawatnya dan saling melindungi. Ikanpun demikian membutuhkan karang untuk mengkis sisiknya yang tajam, menjaga dia dari jamur dan parasit di tubuhnya, melindungi dia dari ikan yang lebih ganas ataupun mencari perlindungan karena ganasnya lautan.

Karang hanya dapat menunggu sebuah jawaban dari seokor ikan yang terus tersakiti itu. Ikan apakah kamu masih sanggup hidup denganku? Aku tahu tak semua ikan akan sanggup hidup denganku terlebih lagi aku memiliki sisi yang tajam dan kasar ini. Tetapi semua karangpun punya sisi itu.
Karangpun tak ingin menyakiti lebih dari ini. Aku tahu ini tak mudah, semua keputusanya ada di ikan.

Sekarang aku menunggu jawaban darimu, sang ikan. Kau tahu, semua ini aku kembalikan padamu. Ikan semua sudah kita lalui tak sedikit kita korbankan satu sama lain. Aku hanya bertanya untuk kali ini. Jika engkau ingin mengarungi lautan sendiri maka aku tidak akan bisa mengurungmu dalam karangku, jika engkau masih bisa menerima diriku walau aku sering menyakitimu dengan sisiku yang tajam maka tinggalah. Aku tahu semua itu ikan yang menentukan, karena ikan yang menjalani. Tak apa jika karang ini di tinggalkan sendiri. Karang hanya bisa nyenyakitimu terus. “Maafkan aku” kata karang. Aku tahu sebuah aib yang kupunya, tetapi itubukan`lah aib. Ketika sebuah ketulusan dari hati yang memintanya. Aku hanya menunggu jawaban darimu ikan,…………………………………………………………!


NOTE:
Jikalau ikan tak sanggup sedikitpun untuk menulis dan membalasnya aku tak`kan meminta lebih, biarkan saja dan tinggalkan catetan ini putih bersih, maka dengan itulan ikanpun pergi meninggalkan sebuah karang ini.
makasih yah tak ada ikan seperti dirimu di luasnya lautan ini. Aku harap ikan membacanya dengan teliti yah^^”. Makasih siapapun yang membacanya.1/28/12.

KERIKIL

KERIKIL

oleh Wulandari Nur Fajriyah pada 30 Juli 2011 pukul 12:47 ·
gw cukup pendam ni, aku bagai kerikil yang terbuang dari batu yang besar yang terhembas tsunami n angin topan, jiwa ku melayang entah kemana, mata ni tak sanggup untu menatapnya,AKU KERIKIL. Ya allah kau boleh cabut nyawaku sekarang tapi jangan kau hadapkan aku dengan kenyataan ini, jalanku masih panjang, aku tak butuh batu besar, karena aku yakin aku bisa hidup sebagai KRIKIL di tengan batu-batu yang besar. Cukup aku sudah mengorbankan semua ni hanya untuk membesarkan batu dengan mengorbaknu menjadi KERIKIL.
Pasir, laut, pohon yang dulu bersahabat dengan ku kini memalingkan wajahnya, aku ingin terhempas jauh hingga ku tak tau aku dimana ?? jiwa ini yang ingin tapi hati ku mengapa membeku ??
SAMPAH memang pujian yang tepat untukku, walaupun didaur ulang aku taka akan sebagus yang dulu, hati ku, jiwaku n ragaku ini milik siapa ?? Ya allah hanya kepada engkaulah aku ini, hanya engkau yang memiliki takdir ini,, aku mohon,, aku mohon,, lepaskan semua ini. Lepaskan dari seluruh hidupku n janagn kau sangut pautkan dengan kehidupan ku yang kekal ya allah. KERIKIL tak kan bisa berbuat tanpa adannya angin n ombak pantai serta tendangan orang. jangan kau jadikan aku kerikil lagi, yang hati n seluruh hidupnya TERBUDAK.
tempat tertinggi.

Apa cinta ?? Apa perkawinan ??

Apa cinta ?? Apa perkawinan ??

oleh Wulandari Nur Fajriyah pada 30 Juli 2011 pukul 13:04 ·
Apa cinta? Apa PErkawinan?
Suatu hari Plato bertanya kepada Gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?"
Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta."
Plato pun berjalan, dan tak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"
Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat ku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru ku sadari bahwasanya ranting-ranting yang ku temukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatang pun pada akhirnya."
Gurunya kemudian menjawab, "Jadi, ya itulah cinta."
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"
Gurunya pun menjawab, "Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan."
Plato pun menjawab, "Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajahi hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya."
Gurunyapun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan."
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan.. tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali.
Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya.
Perkawinan adalah kelanjutan dari cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya.
Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.
:)

CINTA itu ADA

20 januari 2012

oleh Wulandari Nur Fajriyah pada 20 Januari 2012 pukul 13:34 ·
Hari ini semua nya telah dipersiapkan, aku siap untuk berdua n menghabiskan hari ini bersamamu syang, hatiku berdebar .. teri gat 1tahun 2blan yang lalu ketika pertama mulai menatap matanya n seolah aku mencintanya, tapi aku bukan untukmu. Itu semua tertepiskan n terjawab ketika hari ini aku siap untuk menuju surgaku kau mendampingiku kemanapun aku pergi sebelum menuju ke surgaku.. Hal yang terindah, melelahkan namun ada salah satu yang menyeruak dari sedemikian rasa... CINTA..  

inilah rasa yang sesungguhnya, mulai mengerti apa yg kau maksud ketika dahulu.. air ini menetes tanpa henti serasa kerongkongnku kering n mencekat hingga mbuatku sesak, sesak yang kurasa.. seisi penghuni terpaku n seolah melihat n mencari tahu, aku berbicara hingga mejerit tapi ekspresi mereka sama seperti menit yang lalu... ombak itu mengulung n menyapaku kembali.. seolah berirama dengan irama hatiku menjadikan sebuah melodi klasik lbh indah dr musik apapun juga. Sesekali ku helakan semua, ku kuatkan ayunan ini n yakin kepada Sang Kuasa bahwa aku wanita paling bahagia :)

air muka ini tak bisa berbohong sedikitpun, mata ini tak bisa melihatmu sayang,, tapi hati ini bergejolak,, yang ada hanya tanganmu yang selalu membatku tenang, entah apa yang ada dalam mataku hingga perih dan tak mampu menhan kacamata ini untuk dilepas kembali,., maafkan aku .. dan terimakasih.. kata yang sudah diujung mulut menjadi membeku seketika itu,, keberanian itu tak muncul sedikitpun,, hingga sejam berlalu air muka ini masih sama,, bahwa kau menyakinkan dengan segenap perasaan .. aku mulai yakin bahwa CINTA itu ADA :)

TERNYATA

TERNYATA

oleh Wulandari Nur Fajriyah pada 27 Januari 2012 pukul 21:41 ·
Posisi yang berat, seberat apa sajalah yang engkau bayangkan... yang ku tahu selalu ADA. sepertinya malam ini selalu mendukung untuk tiap kali merenung, merenung atas segala ap yang kini ku renungkan, halah,,,,,, ilusi belaka. MUNGKIN tapi kapan ??
Palung ini berlonjak beteriak JANGAN tapi mata ini semakin lemah untuk menatap dunia yang semakin berwarna gelap hingga tuk tak tau apa bedannya HITAM n PUTIH ??

Lebih baik menyalahkan palung ini, ini semua salahmu palung... sambil berkecil palung berkata "aku ingin membuat kau yang baik" hanya untukmu, its just for you :). Tapi diluar semuannya di jauhh alam nun jauh disana KENAPA n KENAPA
TERNYATA n TERNYATA... di belakang ku kau berpacu seluruh isi mu kau curahkan ??? APA arti sebuah kepercayaan palung ini kepada mu, 365 hari bersamamu terasa hancur palung kepercayaan ku padamu... bukan PECAH tapi menghujam tajam,,, luka ku tak berdarah tapi menhitamkan langit hingga menusuk tulang2mu kaku...

Menenbus semua dimensi cakrawala, tidak semenit maupun tak sedetik... merasa tuhan izinkan aku untuk tidak di dunia menit n detik ini.... palung jujur ap adannya.. mecoba becumbu dengan mereka yang menunggu tapi kali ini n saat dulu2 tak ada kesempatan untuk melakukannya, palung ini tak berdaya krna palung ini terlalu kuat bukan kerangke atw terikat tetapi SUDAH menyatu,....

1 yang palung inginkan,,, 3 yang palung tak suka dan 1 yang palung suka. siapa lagi yang tahu selain kamu . selain kamu di dunia ini hanyalah mungkin impianku,, impian yang ku inginkan padamu ;)

Biarlah iniapa adannya ... biarlah termakan oleh waktu yang begitu cepat menyerang waktuku,, memakan waktuku.. waktu kau lah yang berkuasa ternyata di dunia ini... tana mu apalah daya semua orang didunia ini.. ibarat itu semoha kau mengerti......

Lebih.menghujamkan laut yang tak  prnah ku temui ujungnya.. ujung dari emosi, dr kemarahan... seolah kau telah menhujamkannya tapi menarik ke pantainnya.. alangkah lebih lebar lukaku ini olehmu.. alangkah ohh alangkah...
setalah di pantai itu kau memberhentikan segalannya kau berpacu dengan siapa ?? au tak akan ragu........ mereka penting tapi kenapa kau mengatakan yang membuat aku kecewa... bukan sekarang tapi hari itu telah terjadi .. lagi n lagi... kau dimana ?? saat aku mulai menghujam lagi... biarlah kini ku hujamkan ini ke laut yang tak akan ada ujungnya.. ak tak ingin menengok sedikitpun,, karena palung ini lebih paham untuk menjelaskannya...

Disini biar semua jadi saksinya... palung yang tetap ingin menhujamkan walau semunnya tersa biasa bagi yang lain dan drimu... Terimakasih.