Selasa, 19 Maret 2013

Kajian Satra Pandingan: Kepasrahan Tokoh Pariyem dalam Prosa Lirik "Pengakuan Pariyem" dan Tokoh Lawino dalam Prosa Lirik "Afrika Yang Resah"


TUGAS AKHIR SASTRA BANDINGAN
1.      Pendahuluan
a.      Tema : Aspek apa saja yang dianalisis ?
Aspek Kepasrahan dan Tradisi pada Prosa Liris Pengakuan Pariyem (Indonesia) dan Afrika yang Resah: Nyayian Lawino (Uganda) sebuah tinjauan Psikologi Feminis.
b.      Mengapa memilih tema itu dan karya sastra yang dianalisis ?
Karya sastra pada dasarnya adalah hasil renungan sastrawan untuk mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar ataupun yang dirasakan secara imajinatif dengan menggunakan medium bahasa. Dalam konteks ini dapat pula dikatakan bahwa sastra,  lebih khusus prosa liris, adalah hasil imajinatif-kreatif. Sastra tidak lepas dari kenyataan empirik pengarangnya. Karya sastra tidak saja imajinatif-kreatif, tetapi sesungguhnya adalah  juga suatu hasil untuk mengatur dan mendapatkan uraian baru tentang pengalaman  yang hanya bisa dibayangkan dalam dunia nyata. Jadi, meskipun prosa liris  sangat pribadi, sedikit banyak ia adalah pantulan dari pengalaman  pengarangnya dalam hidup bermasyarakat (Abdullah, 1983 : 23).
Membaca dan memahami suatu karya sastra adalah suatu langkah kegiatan apresiasi. Karena motivasi seseorang membaca karya sastra bersifat pribadi, pemahaman pembaca yang satu dengan yang lain tentu berbeda, bergantung pada persoalan yang dihadapi. Ada kalanya seseorang dapat melihat sesuatu dalam karya sastra yang tidak dilihat oleh pembaca lain. Sebaliknya, seseorang mungkin melihat sesuatu sebagai hal yang biasa yang tidak perlu dibincangkan, oleh orang lain dipandang sebagai persoalan yang menarik dibicarakan.
Psikologis feminis masih banyak memperdebatkan tentang kepasrahan dan tradisi seorang wanita, salah satunya pada buku psikologi kritis yag membahas tentang feminis dalam analisis psikologi modern. Dalam kasus psikologi feminis setidaknya 5 negara  Inggris, Amerika Serkat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru yang mengontrol psikologi feminis dan beberapa organisasi yang membahas tentang hal tersebut contohnya The British Psychological Society (BPS) dan The American Psychological Association (APA). Oleh karena itu atas dasar prosa liris diatas dapat dikaji tentang kepasrahan dan tradisi dari sisi tokoh prosa liris tersebut. Untuk mengungkap psikologi feminis lebih dalam dan lebih mendetail.(Psikologi Kritis 2005; 231).
c.       Tujuan
1.      Menjelaskan kepasrahan seorang wanita (Pariyem) dalam prosa liris Pengakuan Pariyem dan  (Lawino) dalam prosa liris Afrika yang Resah Nyayian Lawino.
2.      Menjelaskan unsur kebudayaan yang mempengaruhi kepasrahan seorang wanita pada prosa liris Pengakuan Pariyem dan Afrika yang Resah: Nyayian Lawino.
d.      Teori yang dipakai
Psikologi feminis adalah teori dan praktik psikologi yang secara eksplitit diketahui dari tujuan politis gerakan feminis. Meskipun feminis mencangkup pluralitas definisi dan sudut pandang, namun beragam versi feminis ini mengandung dua tema umum (Unger dan Crawford, 1992: 8-9). Pertama, feminis memberikan nilai yang tinggi terhadap perempuan, yang berguna untuk kajian mengenai hak kita sendiri, bukan hanya dalam perbandingannya dengan laki-laki. Kedua, feminis mengakui kebutuhan akan perubahan sosial untuk kepentingan perempuan: karenanya, psikologi feminis diakui bersifat politis.
Istilah “psikologi feminis” dan “psikologi tentang perempuan” seringkali digunakan secara tak terbedakan, khususnya dalam psikologi arus utama di Amerika Utara (misalnya, Worrell, 1990). Benar bahwa banyak penelitian yang dilakukan dengan mengatasnamakan “psikologi tentang perempuan” secara ekplisit maupun implisit memiliki tujuan feminis, walaupun feminis tidak selalu digunakan sebagai label. Hal ini muncul karena perlawanan psikologis arus utama terhadap berbagai hal yang menampakkan kecenderungan politik. Psikologis arus utama telah mempertentangkan “sains” (yang bersifat murni dan objektif) dengan politik (dukungan yang memiliki bias ideology), dan secara aktif menentang basis politis dari psikologi feminis (unger, 1982; Wikinson, 1989).
e.       Artikel / buku / kritik / esai tentang karya sastra yang dianalisis
Pengakuan  Pariyem
Bakdi Soemanto, Regol Megal-Megol, Fenomena Kosmologi Jawa, Andi Offset, Yogyakartakarta, 1992. Kata Pengantar, hal.iii.
 “Walaupun Pengakuan Pariyem penuh dengan pelukisan yang sering disebut ‘saru’, akan tetapi secara keseluruhan prosa lirik itu dapatlah disebut sebagai ensiklopedia kebudayaan Jawa. Alasannya bukan saja dalam prosa lirik itu dilukiskan peta hubungan priyayi dan wong cilik, tetapi juga gambaran bagaimana ngadi salira, menjaga diri tetap bugar, segar, dan harum, khususnya bagi, dan terutama tentang seorang desa ngawula, menghambakan diri di rumah seorang priyayi. Gambaran tentang kehidupan desa, terutama para petani yang menghadapi hama padi, kehidupan seorang pemain ketoprak, dilukiskan dengan rinci dan teliti..”
Subagio Sastrowardoyo, Pengarang Modern Sebagai Manusia Perbatasan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 197. “Linus Suryadi AG lewat Pengakuan Pariyem tidak saja menggambarkan dunia batin seorang wanita Jawa, tetapi memaparkan pula masyarakat di lingkungan Pariyem dengan kebiasaan-kebiasaan dan tatacaranya. Ia pun mempergunakan tokoh Pariyem untuk menegaskan sikapnya terhadap kehidupan sosial dewasa ini dan rasa humor yang halus menyertai kritiknya, sesuai dengan kesantaian gaya hidup Pariyem. Satu pokok pikiran Linus Suryadi AG yang penting dikemukakannya lewat Pariyem adalah mengenai pendirian budayanya, yang disebutnya ngelmu krasan, yang berpegang pada orientasi, krasannya, pada negeri dan tradisi sendiri. Sikap ini dihadapkan bertentangan dengan universalisme yang dianut penyair-penyair modern seperti Chairil Anwar, dan Sitor Situmorang...”
Afrika yang Resah: Nyayian Lawino
S.R.H Sitanggang. Wanita dan tradisi Suatu Kajian Tiga Cerkan Mesir-Aljazair-Uganda dalam buku Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 156. Lawino yang dulu tetap lawino yang sekarang. Rasa hormat dan rasa memiliki apa yang diturunkan oleh para pendahulunya sudah berakar dalam dirinya. Ia menginginkan kebangunan bangsanya bersumber dari potensi budaya yang selama berabad-abad mengatur kehidupan masyarakatnya.
2.      Perbandingan
a.      Jabarkan aspek yang dianalisis, perhatikan kesamaan / tautannya.
Prosa liris Pengakuan Pariyem dan Nyayian Lawino  sangat mengangkat unsur feminis. Jika  dikaji dari tahun dan sejarah lahirnya prosa liris tersebut, pada prosa liris Pengakuan Pariyem sosok perempuan pada zaman tersebut dimana Pariyem  yang diceritakan lahir dalam adat jawa dan prosa liris Lawino lahir dalam suku acholi. Tema kebudayaan yang sama inilah yang menjadi dasar untuk dianalisis dari aspek kepasrahan tokoh wanita dalam prosa liris tersebut.
Pada tokoh Pariyem dan Lawino ternyata memiliki kesamaa yaitu tidak mendapatkan  pendidikan formal. Dalam aspek psikologi feminis sangatlah kental sekali unsur perbedaan gender pada masa tersebut. Karena anak perempuan pada masa tersebut tidak wajib mengenyam pendidikan formal, berbeda dengan laki-laki yang diberikan pendidikan formal. Karena pola pikir masyarakat pada kedua budaya tersebut adalah setinggi-tingginya pendidikan perempuan, tetap saja akan kembali ke dapur,sumur dan kasur atau mengurus rumah tangga, suami, anak dll.  Oleh karena itu tokoh Pariyem tidak menamatkan sekolah.
 Jadi, kedua tokoh tersebut hanya mendapatkan pendidikan yang sesuai saja dengan kebutuhan hidup mereka. Pada tokoh Pariyem pendidikan hanya belajar untuk memenuhi kehidupan dan permasalahan sehari-hari yang berkutat pada kasur, sumur, dapur. Keadaan seperti itulah yang sama dialami oleh Lawino dan kebudayaan sukunya, suku acholi yang merupakan salah satu suku terbesar di Uganda.
Memang sangat disayangkan pandangan psikologi feminis tentang perempuan ini adalah tentang kepasrahan mereka menerima prilaku Den Bagus sebagai lawan asmara Pariyem dan Ocol sebagai suami Lawino. Kepasrahan mereka terjadi dikarenakan ada pertentangan dan kesalahan mereka sendiri yang membuat mereka takut untuk menuntut haknya masing-masing. Pada kenyataanya adalah tindakan yang dilakukan oleh Den Bagus dan Ocol adalah sebagai penindasan terhadap perempuan. Tetapi pada Pariyem memiliki konfik yang kompleks, karena sifat menggoda Pariyem kepada Den Bagus yang mengakibatkan Pariyem hamil diluar nikah.
Betapa sering dia kumat manjanya
Wah, wah, kalau sudah begini
saya dibikin setengah mati
lha, sudah gede kok suka merengek
kayak bocah kehilangan bonekanya
apalagi kalau saya goda:
“besok saja ah, besok saja
Saya sedang capek, kok”
Tapi saya juga pasang gaya:
Melepas setagen berganti kain
Copot kebaya ganti yang lain
Wuah, wuah, dia pasti terus merajuk
Tidak jarang dia pun ngamuk-ngamuk
Bilangnya, ia tresna banget sama saya
O Allah, Gusti nyuwun ngapura
(Pengakuan Pariyem: hal. 48-49)

Sangat disayangkan memang keputusan Pariyem yang hanya bisa pasrah menerima keadaan seperti itu. Bahkan dia tidak banyak menuntut Den Bagus karena dia sendiri menyadari perbedaan kasta pada kebudayaan jawa. Sebenarnya dia mengetahui adat keraton sendiri dari orang tuanya. Tetapi Pariyem mengalami kebutuhan yang harus dipenuhi. Konflik ini yang pada akhirnya tidak bisa ditahan oleh dirinya antara kebudayaan orang  jawa dan kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa memikirkan resiko selanjutnya. Kejadianya berawal pada hal.39, Pariyem sendiri mengakui dan bangga bisa menaklukan Den Bagus anak dari seorang nDoro Kanjeng Cokro Sentono.
Ya, ya, Pariyem saya
Maria Magdalena Pariyem lengkapnya
“Iyem” panggilan sehari-harinya
Dari Wonosari Gunung Kidul
Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono
Di nDalem Suryomontraman NgaYogyakartakarta
Kini malah wonten play sama putranya
Ya,ya RaDen Bagus Ario Atmojo namanya.
(Pengakuan Pariyem : hal. 49)

Tentang kepasrahan Lawino yang selalu mendapatkan hinaan dari suaminya Ocol, tetapi Lawino hanya bisa menjawab dengan mengakui bahwa budayanyalah yang lebih baik daripada budaya barat.
Suamiku marah
Karena, katanya,
Aku tidak bisa mengatur waktu
Dan aku tak tahu
Menghitung tahun;
Ia bertanya kepadaku berapa hari
Dalam setahun,
(Afrika Yang Resah: hal. 47)
Salah satu hinaan Ocol kepada Lawino dan Lawino hanya menanggapinya dengan sisi budayanya.
Suamiku bilang,
Kepalaku bebal dan kosong
Sebab, katanya,
Aku tak tahu
Kepan anak-abak kami lahir.
Aku tahu bahwa okang
anakku pertama
lahir di awal kemarau
(Afrika Yang Resah: hal.60)
Dapat dikaji dari cuplikan diatas adalah sikap Lawino yang hanya menurut pada perlakuan suaminya yang terus menghina-hina dirinya dan sukunya acholi. Jika kita melihat Lawino hanya pasrah dan hanya bisa membenarkan tindakanya di dalam hati. Seandainya dia bisa berteriak dan membantah suaminya mungkin Lawinolah yang akan menang dan mungkin Ocol mengakui bahwa sebenarnya Lawino tidak bodoh. Tetapi karena atas dasar kepatuhan seorang istri di dalam suku acholi yang tidak bisa menentang perkataan suami karena suamilah yang harus didahulukan. Karena dia tidak membantah suaminya hanya konflik di dalam diri agar Lawino tidak terlalu kecewa karena tindakan Ocol. Dalam kebudayaan suku acholi Istri hanya bertanggung jawab atas anak-anaknya, mengurus ladang, menari. Suatu ketika anak-anaknya sudah menikah maka anak-anaknya harus menghargai ibunya.
Kepasrahan mereka berdua membawa dampak yang begitu khas dari psikologi feminis. Dimanakah sisi kemanusiaan pada saat itu?. Mereka berdua hanya terikat pada sisi budaya yang sangat kental. Menentang kebudayaan tersebut artinya di kucilkan dari lingkungan dan masyarakat. Oleh karena itu sikap menerima segala sesuatunya adalah sikap yang terbaik pada saat itu. Inilah yang di angkat dalam sudut pandang dari sisi kebudayaan yang mempengaruhi sikap dan kepribadian. Sebuah kepasrahan yang harus diterima dan dijalani dalam hidupnya. Tetapi kemenangan dalam batin yang sangat membanggakan tidak terpengaruh budaya asli kedalam budaya asing untuk Lawino. Kebanggaan tersendiri untuk Pariyem dalam pengakuannya yang membuat kebudayaan jawa itu berbeda jika di kaji lebih dalam sebuah konflik antar batin dan budaya, pada akhirnya dia hanya bisa menerima semuanya apa adanya.
b.      Jabarkan perbedaannya dengan memperhatikan aspek budaya, sosial, politik dan kesejahteraan dan perhatikan pula kepengarangannya.
Pada psikologi feminis kalau dibandingkan dengan kedua tokoh tersebut sangat dimaklumin. Pada tokoh Pariyem salah satu contohnya sifat menggodanya kepada Den Bagus. Yang pada akhirnya membuat dia hamil diluar nikah. Tetapi bukan juga kesalahan Pariyem karena kebutuhan fisiologis seorang manusia haruslah dipenuhi termasuk kebutuhan biologis.
Berbeda dengan tokoh Lawino yang tidak mementingkan kebutuhan fisiologis, dia hanya ingin sebuah kebudayaan tetap terjaga dengan cara menikahi Ocol. Terkadang Lawino selalu mengeluh dengan sikap Ocol yang kebarat-baratan tetapi dia harus menerimanya dan inilah yang ingin di tunjukkan oleh Lawino kepatuhan seorang istri dan berusaha membawa kembali Ocol dalam kebudayaan yang dulunya.
Jika dikaji lebih dalam psikologi feminis tentunya tidak ingin ada perbedaan dan harusnya ada penyamarataan antara hak laki-laki dan perempuan. Dengan demikian maka tokoh Pariyem dan Lawino hanya pasrah menerimanya tanpa ada perlawanan sama sekali. Di dalam tokoh Pariyem menyadari walaupun dia menuntut haknya untuk dinikahi oleh Den Bagus tetapi perbedaan kasta membuat dia tidak bisa berkutik dan menerima segalanya, tetapi pada akhirnya mengakui dihamili oleh Den Bagus. Bukan krena pelecehan seksual tetapi karena bermain asmara. Berbeda dengan Lawino, Uganda sendiri memiliki konflik suku yang khas sampai membuat salah satu politisi Id Amin menyuruh orang asing keluar dari Uganda (1971-1979). Dalam buku disebutkan konflik dengan kebudayaan lain yaitu kebudayaan barat yang dibawa oleh Ocol.
Dirumah ibuku
Tak ada piring:
Kami pakai cawan labu
Dan piring tanah.
Piring orang bule
Tampak indah
Tapi jika kau menaruh
Catel dipiring itu
Dan menutupinya
Beberapa menit lamanya-
Piringnya berkeringat
Dan segera saja bagian bawah
Kue itu basah
Dan seluruh makanan menjadi dingin.

Lempengan kue di mangkuk labu
Akan tetap hangat
Dan tak jadi lembab
Di dasarnya;
Dan pinggang tanah
Menjaga kuah tetap panas
Dan membuat daging beruap hangat;
Dan ketika suamimu
Kembali dari berburu
Atau dari perjalanan seharian
Sediakan bubur hangat di mangkuk labu.

Dan jika aku telah
Seharian di ladang
Menyiangai rumput atau memanen di terik mentari,
Sepulangku
Beri aku air
Dimangkuk besar
Air di gelas tak ada gunanya.
Tak ada manfaatnya.
(Afrika yang Resah: hal. 44)

Pada cuplikan diatas terlihat jelas kebudayaan asing merusak tatanan kebudayaan yang sudah ada terlebih lagi pada suku acholi. Lawino menganggap barang-barang yang digunakan untuk tempat makan saja tidak berguna dan tidak memberikan manfaat untuk dirinya. Terlihat jelas Lawino yang lebih baik dan lebih bisa menggunakan alat-alat tradisional khas sukunya daripada dengan alat-alat yang dibawa oleh Ocol dari barat.
Dalam antropologi psikologi menyatakan kebudayaan mempengaruhi kepribadian seseorang bahkan bisa membentuk kepribadian secara utuh hingga berdampak menjadi trait (sifat-sifat yang sering muncul). Pada Lawino sudah sangat terlihat jelas bahwa sifatnya pola pikirnya hingga tingkah lakunya hampir sama dengan yang diajarkan dalam suku acholi. Sedangkan Pada prosa liris Pengakuan Pariyem, di awal cerita dan hidup tokoh Pariyem mempunyai pola pikir hingga  tingkah lakunya sesuai dengan adat jawanya, tetapi ada beberpa tindakan yang bukan mencerminkan orang jawa.
Sebuah konflik tercipta antara dirinya dan kebudayaannya yang pada akhirnya dia menyalahi aturan budayanya yaitu menggoda Den Bagus, hingga tidur bersama dan menghasilkan janin yang dirahasiakan tanpa adannya pernikahan yang sah. Terkadang orang jawa sendiri memiliki konflik yang khas karena lebel jawa secara umum orangnya pasif artinya pendiam, murah senyum, baik, ayu, kemayu. Konflik ini yang menyebabkan Pariyem nekat tidur dengan Den Bagus. Mungkin orang jawa tersiksa dengan label mereka yang seperti itu. Bayangkan jika orang jawa yang sifatnya pasif menjadi agresif periang, menggoda, mudah marah dan tersinggung. Orang yang tadinya jawa bisa di hina oleh masyarakat di sekelilingnya dan mungkin Pariyem sendiri merasakanya.
Pada tahun 70-an keadaan politik di keraton Yogyakarta dan sekitarnya mengalami keadaan yang kehilangan kelsutanannya, karena pada saat itu Sri Sultan Hamengkubuwana IX memiliki jabatan yang penting di pemerintahan dari 24 Maret 197323 Maret 1978. Oleh karena itu keadaan keraton yang lengang dari pemerintahan membuat pemerintahan kota Yogyakarta tidak berjalan dengan baik. Karena jabatan yang di pegang oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX merangkap dua jabatan yaitu pertama sebagai wakil presiden dan gubernur D.I. Yogyakarta. Karena kesibukannya yang sering mengurusi Negara RI ini, Sultan Hamengkubuwana IX sering memberikan maklumat kepada Paku Alam VIII untuk mengurus keadaan di daerah Yogyakartakarta. Oleh karena itu oleh Paku Alam VIII diangkat menjadi gubernur yogjakarta 19881998. Dalam diri Linus Suryadi AG terusik untuk mengungkapkan hal-hal yang terjadi di dalam istana Yogyakarta semasa itu. Dengan menerbitkan karyanya yang berjudul Pengakuan Pariyem.  
Di Uganda perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan dari Inggris dimulai pada tahun 1945-1949, yaitu ketika ada kerusuhan kaum proletar di Buganda. Pada 1953, Raja Mutesa II (Kabaka) diasingkan ke Inggris dan dikembalikan ke Uganda pada tahun 1955. Akhirnya pada 9 Oktober 1962, Uganda memnperoleh kemerdekaan dari Inggris.
Apollo Milton Obote terpilih sebagai perdana menteri pertama. Kabaka Edward Mutesa II (Raja Buganda) sebagai kepala negara. Pada tahun 1966 terjadi pembunuhan berdarah di istana, hingga akhirnya Milton Obote menghapuskan Kerajaan Buganda dan Kabaka Edward Mutesa II mengasingkan diri ke Inggris hingga wafat dalam kemiskinan selama tiga tahun.
Pada saat itulah Okot p’Bitek  mengambil keputusan untuk pergi ke Inggris daripada berdiam dinegaranya. Okot p’Bitek sendiri ingin menyindir Negara Inggris tersebut dengan bukunya ini. Dan pada akhirnya Akhirnya pada 9 Oktober 1962, Uganda memnperoleh kemerdekaan dari Inggris. Sebelum Okot p’Bitek kembali ke Uganda karena 1966 sedang terjadi kerusuhan maka Okot p’Bitek kembali ke Uganda di tahun 1967 dengan membawa gelar sarjana hukum, dan sesampainnya di Uganda di mulai memperoses prosa liris Nyayian Lawino diterjemahkan ke Bahasa Lou.

c.       Jabarkan posisi karya sastra di dalam wilayahnya.
Nyanyian Lawino pada dasarnya terbit pertama kali di Inggris tahun 1966, karena Okot p’Bitek tinggal dan menetap disana sebelum pada tahun 1967 , kemudian dia kembali ke Uganda untuk mengajar di Makerere University di Kampala. Kepergianya dari Uganda pada awalnya adalah dia seorang pemain sepak bola nasional Uganda, karena seringnya pertandingan di Inggris ia memutuskan untuk tinggal di sana dan melanjutkan pendidikannya dibidang hukum. Akhirnya ia meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1960-an.
Pada awalnya buku Song of  Lawino (1966) terbit dalam buku berbahasa Inggris lalu pada tahun 1971 barulah ia menerbitkan dalam bahasa lou. Pertentangan dan kesulitan pada awalnya datang untuk diterbitkanya buku ini, karena sebenarnya di  Inggris merasa tersindir karena dalam buku tersebut kritikan terhadap budaya barat dan budaya suku acholi (Uganda). Yang sejarahnya Uganda adalah bekas jajahan Inggri, pada tahun 1962 barulah Uganda merdeka. Jadi, Inggris merasa tersindir oleh bukunya Okot p’Bitek. Tetapi pada akhirnya buku Song of  Lawino terbit tahun 1966 dan Song of Ocol terbit tahun 1970. Mengingat kembali prosa liris liris ini sebenarnya adalah sebuah nyanyian tradisional dari suku acholi dan largo.(Koran tempo ruang baca edisi 31 juli 2007).
Jika saya perhatikan dari sejarah diatas mungkin nyanyian Lawino ini adalah sebuah tesis yang dikembangkan oleh Okot p’Bitek sendiri karena tesisnya yang berisikan nyanyian tradisional suku acholi dan largo.
Posisi prosa liris Afrika yang Resah: Nyayian Lawino, sebenarnya tidak mendapatkan sebuah penghargaan tetapi mendapatkan banyak perhatian dari sastrawan di Negara lain, salah satunya adalah Sapardi Djoko Damono yang menerjemahkan prosa liris tersebut dalam Bahasa Indonesia, karena menurut beliau dari prosa inilah kita dapat mengetahui sejarah dan budaya di Uganda. Sapardi Djoko Damono adalah salah satu sastrawan yang patut diperhitungkan di Indonesia karena berbagai penghargaan telah diraihnya. Pastilah dalam menerjemahkan sastra Negara lain sangat dia perhitungkan, salah satunya adalah Afrika yang Resah: Nyayian Lawino.
Pada karya Linus Suryadi AG, membuat Pengakuan Pariyem pada tahun 1978-1980 dan akhirnya terbit pada tahun 1981. Linus Suryadi AG sendiri memiliki pendidikan yang bukan berasal dari sastra tetapi ABA jurusan Bahasa Inggris dan IKIP Sanata Dharma Jurusan Bahasa Inggris. Pada awalnya prosa liris ini dianggap saru dan mendapatkan pertentangan dalam penerbitan, dan pada akhirnya buku ini terbit. Selama proses tersebut pergaulan di kota Yogyakarta  pada tahun 80-an timbul tanda tanya yang besar sampai-sampai pernah diberitakan Yogyakarta kehabisan kondom pada tahun 80-an karena sedang nge-trend sekali mahasiswa-mawasiswa yang kumpul kebo. Di dalam dunia perfilman sendiri pada masa itu sedang berkembangnya film-film yang bersifat tabu salah satunya pemerannya adalah  Kiki Fatmala dalam film Misteri di Malam Pengantin, Permainan di Balik Tirai (1988) dll. Mungkin Linus Suryadi AG sendiri tidak pernah tahu efek dari konflik dari kebudayaan dan batin Pariyem yang bisa menimbulkan hal-hal seperti ini. Terlebih lagi Linus Suryadi AG menceritakan dengan detail keadaan Yogyakarta saat itu yang begitu kontras dengan pergaulanya. Salah satu kutipan yang menarik.
“ah ya, RaDen Bagus Ario Atmojo
Begitu bila nDoro Ayu bercerita
Pada para tamu yang sowan ke ndalemnya.
Dia kuliah di Falkutas Filsafat
Universitas Gajah Mada
(Pengakuan Pariyem: hal. 43)
Dalam prosa liris tersebut diceritakan sesosok Den Bagus yang detail sekali yaitu pada saat itu kuliah di falkutas filsafat UGM berdiri 18 Agustus 1967, merupakan satu-satunya Fakultas Filsafat berstatus negeri di Indonesia. Pada jaman dulu jika dihitung mundur 1978 prosa liris Pariyem ditulis oleh Linus Suryadi AG, pada saat itu umurnya Pariyem 25 tahun berarti tahu 1978 dikurang 25, maka dipastikan  Pariyem lahir tahun 1953. Sedangkan Linus Suryadi AG,  sendiri lahir pada 3 maret 1951. Maka Den Bagus umurnya hampir sama dengan Linus Suryadi AG Suryadi AG. Suatu perkara yang tidak gampang untuk menguak kehidupan dari Linus Suryadi AG Suryadi AG dan tokoh-tokohnya pada prosa liris Pengakuan Pariyem. Dan jika dikaitkan oleh Den Bagus maka terlihatlah kemungkinan yang menarik.
Linus Suryadi AG membagi tokoh-tokoh tersebut kedalam tipe-tipe tertentu sesuai dengan teori jung tentang arkatipe :
Den Bagus adalah pergaulan dari masyarakat Yogyakarta yang mungkin ingin menyindir para mahasiswa UGM yang dari sudut pandang Linus Suryadi AG sering melakukan apa yang dilakukan oleh mahasiswa pada saat itu.
Dan Pariyem adalah adat jawa yang Linus Suryadi AG yakini selalu baik, dibuat seolah-olah menjadi bertentangan dengan sebenarnya.
Dengan aspek pergaulan yang khas sekali saat era itu adalah
Yang mosak-masik dan apek bau tembakau
memang, dia gemar ngerokok jarum 76,
kok sehari dua pak sampai tiga pak itu bisa
……………
Dia suka musik jreng-jreng itu loh
……………
Lha, kalau numpak sepedah motor Yamaha
Ngebut banternya luar biasa
Apalagi knalpotnya dicopot
(Pengakuan Pariyem: hal.43)
Memang jika dibilang pergaulan di kota Yogyakarta dulu seperti itu, anak muda yang merokok dan menyukai lagu-lagu yang sedang nge-trend pada eranya.
Linus Suryadi AG mungkin tidak menikah sampai akhir hayatnya karena dari beberapa buku dan sumber-sumber lainya tidak menyebutkan dia menikah. Entah apa yang dipikirkan oleh Linus Suryadi AG menjadi tanda tanya yang besar. Jikalau memang ia tidak menikah bisa di perkirakan pandangan dia terhadap wanita itu tidak baik karena dia memandang dengan sudut pandang sebagai Pariyem. Tetapi salah satu biografinya mengatakan dia banyak dikagumi oleh para wanita khususnya di kampusnya.
Pada novel Pengakuan Pariyem tidak mendapatkan penghargaan, tetapi dari karya tersebut membuka wawasan dan kritikan tentang kebudayaan jawa terlebih lagi di dalam keraton Yogjakarta. Tetapi salah karya Pengakuan Pariyem sudah terdaftar kedalam International Standard Book Number (ISBN).
Dari posisi kedua prosa liris di wilayahnya tersebut dapat kita kaitkan, sepertinya Linus Suryadi AG mendapatkan pengaruh dari Okot p’Bitek dari segi penulisan prosa liris yang mengangkat unsur kebudayaan karena prosa liris ini terbit pertama kali dalam Bahasa Inggris di Negara Inggris tahun 1966, kemudian tersebar luas ke negara-negara lainnya, dan mungkin sampai di Indonesia, Linus Suryadi AG adalah salah satu mahasiswa jurursan Bahasa Inggris pernah membaca karya Okot p’Bitek tersebut sehingga mendapatkan pengaruh.
3.      Penutup
a.      Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan terhadap masalah  yang ditelaah dalam tulisan ini, penulis akan mengemukaan beberapa simpulan terhadap tokoh wanita dan tradisi dalam prosa liris Pengakuan Pariyem dan Afrika yang Resah:Nyayian Lawino sebagai tinjaun Psikologi Feminis.
Pada dasarnya kepasrahan mereka dikarenakan budaya masing-masing yang mempengaruhi nilai-nilai di dalam diri mereka menjadi sebuah prinsip yang tidak bisa ditentang. Tetapi pandangan psikologi feminis ketika hak seorang perempuan dibatasi bahkan dihapuskan maka hal tersebut dianggap penindasan terhadap perempuan,
Psikologi feminis sangat tertarik membahas kebudayaan dan perempuan terlebih lagi tentang perbedaan antara hak laki-laki dan perempuan. Dalam karya novel ini dapat diangkat unsur-unsur tersebut yang membuat kita penasaran dan akan membaca habis kedua novel ini. Terlebih yang menyukai tentang kebudayaan yang amat sangat kaya di dalam kedua novel tersebut.
Saya sendiri mengakui ketagihan dan ingin menganalisis lebih dalam lagi. Menurut sudut pandang kepribadian Sigmund freud, dan jung. Sekiranya banyak pertanyaan yang ingin saya tanyakan dan ingin saya pertanyakan kepada Okot p’Bitek  dan Linus Suryadi AG. Tetapi karena mereka sudah meninggal maka dari itu biarlah analisis yang saya berikan hanya sedikit dan ingin sekali memperdalam. Semoga dengan karya yang kurang sempurna ini. Menggugah rasa penasaran terhadap kedua novel ini. Mencari tahu dan memperdalam kedua karya ini yang begitu fenomenal dan mendapatkan banyak kritik dan kajian dalam perjalanannya.


Daftar Pustaka
Suryadi AG, Linus Suryadi AG. 2009. Pengakuan Pariyem: Dunia Batin Seorang Wanita Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Okot p`Bitek. terjemahan Sapardi Djoko Damono. 2005. Afrika Yang Resah : Nyanyian Lawino. Jakarta : Yayasan Obor.
Trisman ,B. dkk. (2003). Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Fox, Denis. Isaac prilleltensy. (2005). Psikologi Kritis Metaanalisis Psikologi Modern. Jakarta : Penerbit Teraju.
SdiecahyouinYogyakarta.blog.com (11:11 PM 1/4/2012)
attachment:/74/showthread.htm#post443051611(11:06 PM 1/4/2012)
http://www.scribd.com/doc/19066741/null (10:50 PM 1/4/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Linus_Suryadi_AG (10:40 PM 1/4/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Perdana_Menteri_Uganda (10:30 PM 1/4/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Uganda (10:10 PM 1/4/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia (10:15 PM 1/2/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kasultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat (10:20 PM 1/2/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sri_Sultan_Hamengkubuwono_X (10:26 PM 1/2/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Paku_Alam_VIII (10:28 PM 1/2/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sri_Sultan_Hamengkubuwono_IX (10:30 PM 1/2/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto (10:28 PM 1/5/2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/International_Standard_Book_Number (10:36 PM 1/5/2012)
http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MDc=&dokd=MzE=&dig=aW5kZXg=&on=Q1JT (9:06 PM 1/6/2012)

http://id.wikipedia.org/wiki/Linus_Suryadi_AG (9:06 PM 1/6/2012)