BERBAGAI PENDEKATAN DALAM KURIKULUM
A. Berbagai
Pendekatan dalam Kurikulum
Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolok atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya
sesuatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolok atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum.
Pendekatan
dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa
berarti penyusunan kurikulum baru, bisa juga penyempurnaan terhadap kurikulum
yang sedang berlaku.[1] Jadi,
pendekatan dalam kurikulum adalah asumsi atau pandangan mengenai hal ihwal
pembelajaran. Meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, seperangkat mata pelajaran, ataua yang lebih meluasnya
lagi seluruh kegiatan dalam sebuah pembelajaran baik formal maupun non formal.
Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah
pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus
utama tertentu. Cara penggolongan para ahli itu agak berlainan, namun apa yang
dikemukakan di sini boleh dikatakan telah mencangkup kebanyakan dari pendekatan
kurikulum utama dewasa ini.
1. Pendekatan
Bidang Studi
Pendekatan
ini menggunakan bidang studi sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya
matematik, IPA, IPS, dan lain sebagainya yang lazim kita dapati dalam sistem
pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Di sini dapat dibedakan macro-organiser,
organizer,
dan micro-organizer
misalnya:
Macro Organizer : Matematika
Organizer
: Aljabar , Geometri, Kalkulus.
3
4
Micro organizer :
Aljabar 1 , Aljabar 11, dan sebagainya.
Yang diutamakan dalam pendekatan
ini adalah penguasaan bahasa dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe
organisasi ini sesuai dengan falsafah realisme.
2. Pendekatan
Interdisipliner
Banyak
usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah yang dibuat
antara berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat dalam
pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan
satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.
a. Pendekatan
Broad- Field
Pendekatan ini mengintegrasikan
beberapa disiplin atau matapelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami
ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan
integral dari kehidupan manusia.
Misalnya banyak sekolah rendah mengajarkan IPS dengan
membicarakan lingkungan rumah atau orang yang berjasa di rumah untuk itu guru
menyiapkan suatu unit antara lain dapat membicarakan: Letak rumah,
ibu yang tiap hari mengurus
rumah tangga, pendapatan tukang sayur, tukang pengantar koran, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran itu telah dilibatkan berbagai disiplin
ilmu seperti Geografi
(lokasi rumah), Ekonomi (biaya rumah tangga), Matematika (pengeluaran tiap pagi untuk membeli
sayur, dan sebagainya).
b. Pendekatan
Kurikulum Inti
Kurikulum ini banyak persamaannya
dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum
diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan
masalah itu digunakan bahan dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
c. Pendekatan
Kurikulum Inti di perguruan Tinggi
Istilah inti juga digunakan dalam
kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok
yang diambil dari semua disiplin ilmu
5
yang dianggap
esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki
mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilih. Misalnya, mahasiawa tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasehatnya memilih mata
kuliah yang memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan dan serta
minat mahasiswa.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum
ini mengfusikan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru misalnya: biologi+fisika menjadi beofisika, biologi+kimia menjadi biokimia/biogenetika
3. Pendekatan
Rekonstruksionalisme
Pendekatan ini juga disebut
rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada msalah-masalah penting
yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, kemiskinan,
malapetaka akibat kemajuan teknologi, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan
lain-lain. Dalam gerakan
rekonstruksionisme terdapat dua kelompok
yang sangat bebeda pandangan tentang kurikulum ini:
a. Rekonstruksionisme konservatif
Aliran
ini menginginkan agar pendidikan di tujukan pada peningkatan muru kehidupan individu
maupun masyarakat dengan mencari permasalahan yang paling mendesak yang di
hadapi masyarakat. peranan guru iyalah
sebagai seorang menganjurkan perubahan mendorong siswa menjuadi partisipan aktif dalam proses
perbaikan masyarakat.
b. Rekonstruksionisme radikal
Pendekatan
ini berpendapat bahwa negara mengadakan pembangunan demgan merugikan rakyat
kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat, elit yang berkuasa (sering golongan
industri, militer, politik) ini
ingin menggunakan pendidikan utuk merombak tata sosial dan
lembaga-lembaga sosial yang ada dan membengun struktur baru.
6
Kedua
pendirian yang saling bertentangan ini,
baik yang koservatif dan radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian missi sekolah untuk merubah dan memperbaiki masyarakat.
4. Pendekatan
Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa,
dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai
integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakni, bahwa
kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam
kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.
5. Pendekatan
“Accountability”
Accountability atau
pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya pada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah
mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Dalam usaha mengembangkan standar
yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih ke arah apa
yang disebut sistem tertutup.
Di bawah ini ada dua bandingan sistem yang acountable
yang bersifat tertutup dan sistem yang lebih terbuka.
Sistem
tertutup
|
Sistem
terbuka
|
|
Tujuan
Tujuan
|
Hasil
belajar lebih dahulu ditentukan berdasarkan standar yang dirumuskan secara
spesifik, siswa dilatih berkelakuan sesuai dengan yang ditetapkan sekolah.
|
Siswa
belajar tentang “cara belajar”, cara memecahkan masalah kompleks, mengambil
keputusan secra mandiri dan memberi penilaian etis moral secara pribadi.
|
Membantu
siswa menyesuaikan diri dengan dunia sebagaimana adanya.
|
Membantu
siswa berpartisipasi dalam proses pengembangan dunia, mencari kebenaran baru,
dan membangun dunia lebih baik dari pada yang sekarang.
|
|
Proses
|
Mentransmisi
informasi dan keterampilan melalui latihan, ulangan, hafalan berdasarkan
teori stimulus-respon.
|
Menjalankan
proses penelitian, menggunakan metode penemuan, mengajukan hipotesis untuk
mengungkapkan realitas baru.
|
Peranan
Guru
|
Orang
yang berkedudukan otoriter yang menyampaikan pengetahuan dan keterampilan.
|
Orang
yang turut belajar mencari pengetahuan, kebenaran, dan keadilan universal
yang baru.
|
Motivasi
|
Ekstrinsik
dengan menggunakan angka-angka, pujian, hukuman, tekanan, dan paksaan.
|
Intrisik,
dengan memupuk hasrat belajar, meneliti, menemukan pengetahuan baru,
melahirkan ide dan cara berpikir baru.
|
Metode
Utama
|
Direktif:
ceramah, demonstrasi, latihan, praktek.
|
Interaktif
- eksperimental
|
Domain
(ranah) tingkatan
|
Kognitif,
psikomotor, tingkat rendah
|
Kognitif,
afektif, psikomotor tingkat tinggi
|
Hasil
Belajar Afektif
|
Siswa
kaku, tidak mudah berubah atau menyesuaikan diri dengan ide atau situasi
baru, terikat dan tidak bebas untuk berubah.
|
Siswa
mempunyai kebebasan batin dan kemampuan untuk berubah bila menghadapi
informasi, kenyataan atau situasi baru.
|
Dari analisis di atas mengenai saistem tertutup dan
terbuka jelaslah bahwa kedua sistem ini mengandung unsur-unsur yang menguntungkan yang dapat di manfaatkan oleh pengembangan kurikulum.
Jadi bukanlah memilih salah satu di antaranya sebagai yang terbaik, melainkan
untuk mempertimbangkan untuk tujuan apa dan dalam kondisi bagaimana suatu
sistem lebih efektif.
6. Pendekatan
Pengembangan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini
terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsur:
1. Pendidikan
kewarganegaraan.
Berorientasi
pada sitem politik negara menetukan peranan hak dan kewajiana tiap warga negara. Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap yang disumbangkan kepada
kesejahteraan umum untuk sebagai warga negara yang aktif.
2. Pendidikan
sebagai alat pembangunan nasional.
Tujuan
pendidikan ini mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan. Para pakar tenaga kerja harus
memperhitungkan jumlah guru, ahli kimia, insinyur pertanian, ahli bedah, dan
sebagainya yang diperlukan tiap tahun. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa
dan para pengembang kerikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai
dengan analisis jabatan yang akan di duduki.
9
3. Pendidikan
keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan
yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa karegori yang tidak
hanya bercorak kepada keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap
yakni:
·
keterampilan
untuk mencari nafkah dalam rangka sistem ekonomi suatu negara
·
keterampilan
untuk mengembangkan masyarakat
·
keterampilan untuk menyumbang kepada
kesejahteraan umum.
·
keterampilan
sebagai warga negara yang baik.
Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.[2]
B.
Pendekatan
dalam Pengembangan Kurikulum
Berikut
beberapa pendapat mengenai pendekatan dalam pengembangan kurikulum:
A.
Menurut Oemar Hamalik
1.
Pendekatan
Mata Pelajaran
Dalam
pendekatan mata pelajaran ini, terdapat sistem pembagian tanggung jawab di antara
masing-masing guru mata pelajaran. Misalnya guru yang mengajar ilmu bumi di
SMP atau SMA hanya bertugas mengajar
ilmu bumi saja. Begitu pula hanya dengan guru biologi yang hanya mengajar biologi
saja. Sekalipun seorang guru bertanggung jawab mengajar sejumlah mata pelajaran
sekaligus (seperti di sekolah dasar), namun guru tersebut mengajarkannya secara
terpisah dan tidak dikolerasikan satu dengan yang lainnya. Jenis pendekatan
inilah yang mengembangkan kurikulum.
2.
Pendekatan
Interdisipliner
Pendekatan
interdisipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan, pendekatan struktural,
bertitik tolok dari suatu struktur tertentu, yang merupakan suatu disiplin ilmu, misalnya
10
suatu topik dari
ilmu bumi maka kemudian dipelajarilah berbagai disiplin lainnya misalnya
sejarah, ekonomi, politik, dan antropologi. Pendekatan fungsional, bertitik tolok dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Berdasarkan massalah tersebut, dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari. Sebagai contoh, kita ambil masalah tentang “Air”. Berdasarkan masalah ini, akan dipelajari aspek kimia, aspek biologi atau fisiologi, aspek ilmu alam, dan aspek lainnya yang terkait dengan permasalahan “Air” tersebut. Dan pendekatan daerah bertitik tolok dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek pelajaran. Berdasarkan daerah tersebut, kemudian akan dipelajari aspek biografi, ekonomi, antropologi, adat istiadat, bahasa, dan aspek lainnya. Misalnya, dalam pengajaran IPS, dapat dipilih daerah Bali, Kalimantan, atau daerah-daerah lainnya. Kemudian dibuatlah perencanaan berbagai aspek.
sejarah, ekonomi, politik, dan antropologi. Pendekatan fungsional, bertitik tolok dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Berdasarkan massalah tersebut, dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari. Sebagai contoh, kita ambil masalah tentang “Air”. Berdasarkan masalah ini, akan dipelajari aspek kimia, aspek biologi atau fisiologi, aspek ilmu alam, dan aspek lainnya yang terkait dengan permasalahan “Air” tersebut. Dan pendekatan daerah bertitik tolok dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek pelajaran. Berdasarkan daerah tersebut, kemudian akan dipelajari aspek biografi, ekonomi, antropologi, adat istiadat, bahasa, dan aspek lainnya. Misalnya, dalam pengajaran IPS, dapat dipilih daerah Bali, Kalimantan, atau daerah-daerah lainnya. Kemudian dibuatlah perencanaan berbagai aspek.
3.
Pendekatan
Integratif
Pendekatan
Integratif/terpadu, bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau kesatuan yang
bermakna dan berstruktur. Bermakna maksudnya setiap suatu keseluruhan tersebut
memiliki makna, arti, dan faedah tertentu atau suatu totalitas yang memiliki
makna tersendiri.
Terstruktur
mempunyai asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan
berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Contoh, manusia bukanlah penjumlahan
dari bagian-bagian tubuh atau penjumlahan dari badaniah dan rohaniah, melainkan
sesuatu yang utuh. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa
sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh, dengan mempertimbangkan bahwa
anak adalah suatu potensi yang sedang berkembang dan merupakan organisme yang
hidup dalam masyarakat yang berkembang pula.
Mata
pelajaran dan atau bidang studi hanyalah sebagian faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak. Dewasa ini dalam perkembangan kurikulum kita, terdapat
istilah “integrated curriculum” dengan sistem yang mencakup semua bidang
studi tidak terlepas satu dengan yang lainnya, dan tidak ada pemabatasan satu
sama lainnya.
11
4.
Pendekatan
Sistem
Sistem
adalah suatu totalitas yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Bila kurikulum ditinjau
dalam hubungannya dengan komponen-komponennya, antara lain tujuan, prinsip,
susunan, dan sistem penyampaiannya.
Pendekatan
sistem digunakan juga sebagai suatu sistem berpikir, bahkan sisitem pendekatan
ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. Langkah-langkah digunakan
adalah proses identifikasi dan perumusan
masalah, perumusan atau hasil-hasil yang diinginkan, dan penentuan yang dinilai
paling tepat melalui paper analysis/eksperimen.
Selanjutnya dilakukan kegiatan try out dan revisi, dan langkah terakhir
yakni implementasi dan evaluasi.
Dalam
uraian di atas, jelaslah bahwa dalam penyususnan suatu program pendidikan dan
kurikulum, sangat penting untuk ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan
yang akan digunakan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan
kurikulum hanya digunakan satu jenis pendekatan saja, karena beberapa jenis
pendekatan dapat juga digunakan sekaligus, seperti yang dijumpai dalam
pembinaan kurikulum tahun 1975.
B. Menurut
Wina Sanjaya
1.
Pendekatan
Top Down (Administratif)
Yaitu
pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Disebabkan pengembangan
kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau dari para pemegang
kebijakan pendidikan seperti dirjen atau para kantor wilayah.
Proses
kerja atau proses pengembangan kurikulum dilakukan kira-kira sebagai berikut:
Langkah
pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh
pejabat pendidikan. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar,
garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum
pendidikan.
12
Langkah
kedua, menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan
kebijakan atau rumusan-rumusa yang telah disusun oleh tim pengarah. Tugas pokok
tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih
strategi pengajaran dan alat petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman
pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Ketiga,
apabila
kurikulum sudah selesai disusun oleh tim, selanjutnya hasil diserahkan kepada
tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila
dianggap perlu kurikulum itu di uji cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh
suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan
sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat,
para
administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kerikulum yang telah tersusun.
2.
Pendekatan
Grass Roots
Yaitu
inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru
sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas. Maka
pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Ada
beberapa langkah penyempurnaan kurikulum manakala menggunakan pendekatan ini:
Pertama,
menyadari adanya masalah. Pendekatan ini biasanya diawali dari keresahan guru
tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan
strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasiseperti yang diharapkan, dan lain
sebagainya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan
kunci dalam Grass Roots.
Kedua,
mengadakan
refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah maka selanjutnya kita berusaha
mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji
literatur yang relevan. Misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian
yang relevan dengan masalah yang kita hadapi; atau melakukan diskusi dengan
teman
13
sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan,
misalnya melakukan wawancara dengan siswa, orang tua, atau sumber lain.
Ketiga,
mengajukan
hipotesis. Selanjutnya guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah
dan cara pengulangannya.
Keempat,
dalam langkah ini kita hanya memilih kemungkinan yang dapat dilakukan dan
selanjutnya merencanakan apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah
tersebut. Di samping itu kita dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang
akan muncul.
Kelima,
mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga
terpecahkan masalah yang dihadapi.
Keenam,
membuat dan menyusun laporanhasil pelaksanaan pengembangan melalui Grass
Roots.[3]
Dilihat dari aspek perencanaannya, menurut
Zainal Arifin ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum. Menurut penulis, pendekatan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin
sudah merangkum pendapat para ahli lainnya, yaitu:
1.
Pendekatan
Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola
berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua
ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pendekatan kompetensi
adalah berpikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebiih difokuskan
pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative
capability)
Prosedur menggunakan pendekatan ini adalah (a)
menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat kompetensi
yang harap dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas
pengalaman belajar melalui bidang studi atau suatu pelajaran (jika perlu
menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan pendukung
13
lainnya
yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario
pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g)
mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, Wirijan, dkk (1984) mengemukakan
langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu
“mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman
belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu,
memberi nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS”.
a. Mengidentifikasi
kompetensi, yaitu menetapkan dan mendeskripsikan cirri-ciri, jenis, dan mutu
kompetensi yang harus dimiliki peserta didik agar dapat melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu atau melaksanakan tugas untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hasil identifikasi kompetensi ini
sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan “Untuk membentuk pribadi peserta
didik yang
terintegrasi, kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan dalam menyusun program
pendidikan?”
b. Merumuskan
tujuan pendidikan, yaitu memperlakukan kompetensi yang telah diidentifikasi
pada poin (a) sebagai tujuan institusional untuk dapat dirumuskan tujuan-tujuan
kompetensi itu. Penjabaran tersebut dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan
“Andai tamatan yang kompeten itu harus melaksanakan tugasnya, urutan langkah
kerja apa yang harus ditempuh dan bagaimana cara mencapainya?
c. Menyusun
pengalaman belajar, yaitu menyediakan pengalaman-pengalaman belajar yang
diperlukan peserta didik untuk dapat melaksanakan langkah-langkah tugas yang
disebutkan pada poin (b). Hasil penyusunan pengalaman belajar itu hendaknya
merupakan jawaban atas pertanyaan”Untuk dapat melaksanakan langkah-langkah
tugas, apa yang harus dialami peserta didik dalam proses pembelajarannya?”
d. Menetapkan
topik dan subtopik, yaitu mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan
sebagai isi atau persoalan-persoalan yang dibahas untuk memproleh
pengalaman-pengalaman belajar yang disebutkan pada poin (c). Hal ini dapat
dilakukan dengan menjawab pertanyaan “Untuk memperoleh berbagai pengalaman
14
e. belajar, topik dan subtopik apa yang harus
dipelajari peserta didik dan latihan-latihan apa yang harus dikerjakan dalam
proses pembelajaran?”
f. Menetapkan
waktu yang diperlukan untuk mempelajari topik dan subtopik dengan memperhatikan
kegiatan tatap muka, berstruktur dan mandiri, baik melalui kajian teoretis di
kelas, praktikum maupun kerja lapangan dengan harga waktu tiap-tiap kegiatan
berbanding 1 : 2 : 4.
g. Mengalokasikan
waktu untuk tiap topik dan subtopik dengan menjawab pertanyaan “Berapa jam yang
diperlukan oleh peserta didik untuk mempelajari tiap topik dan subtopik?”
h. Memberi
nama mata pelajaran dengan cara mengorganisasikan terlebih dahulu topik dan subtopik
yang relevan menjadi satuan bahan pembelajaran. Selanjutnya, berdasarkan isi
topik dan subtopik yang sudah menjadi satuan bahan pembelajaran ditetapkan nama
mata pelajaran. Langkah ini untuk menjawab pertanyaan “Apa nama mata pelajaran
yang sebaiknya diberikan untuk setiap satuan bahan pembelajaran?”
i.
Menetapkan bobot SKS setiap mata
pelajaran sesuai dengan jumlah jam pelajaran yang diperlukan peserta didik
untuk mempelajari semua topik dan subtopik dari sesuatu mata pelajaran. Untuk
perguruan tinggi, kriterianya adalah 1 (satu) SKS = 16 x tatap muka. Satu kali
tatap muka = 50 menit. Kegiatan terstruktur dann mandiri masing-masing 50
menit. Dalam menetapkan bobot SKS harus memperhatikan perbandingan harga waktu
antara tatap muka, terstruktur dan mandiri.
Bukti penguasaan kompetensi tidak cukup dengan
kemampuan lisan saja, melainkan harus diperagakan dalam bentuk pelaksanaan
perbuatan yang nyata dan konkret. Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada
tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut.
Pertama,
sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi
juga tingkat untuk kerjapelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Kedua, kriteria penilaian adalah
persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas. kriteria ini dijabarkan langsung dari hakikat dan
tuntutan tugas yang dapat dikerjakan peserta didik, bukan dari prestasi
rata-rata kelompok atau dari patokan mutlak yang tidak jelas
15
rujukannya. Ketiga, sasaran utama adalah penguasaan kemampuan dan bukan pada
cara atau waktu pencapaiannya.
Pada pengembangan kurikulum harus memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menilai penguasaan kemampuannya atas
bahan yang dapat disajikan bahkan sebelum bahan tersebut dikerjakan.
Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah
pentingnya adalah penjaringan dan pengolahan informasi balikan secara teratur
untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki
mekanisme untuk memperbaiki diri baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
2.
Pendekatan
Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen
yang saling berfungsi, berinteraksi, berinterelasi dan interdependensi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sistem ada yang sederhana
sehingga dapat ditetapkan terlebih dahulu, tetapi ada juga yang kompleks
sehingga belum dapat ditetapkan. Jika komponen-komponen kurikulumnya sederhana,
kita dapat melihatnya seperti gambar ini
Dalam
pengembangan kurikulum mungkin saja komponen-komponennya sangat kompleks
sehingga dapat dipertimbangkan seperti sebuah kotak hitam yang mekanismenya
tidak dapat dipahami secara utuh. Perhatikan gambar berikut ini
16
Input
|
Sistem
|
Uotput
|
-
Peserta didik
-
Manusia &teknik
-
Biaya
-
informasi
|
Proses
pengembangan kurikulum (black box)
|
Kemampuan
peserta didik yang sudah diperbaiki
|
Fungsi
totalitas akan berbeda dengan fungsi bagian-bagian. Berdasarkan pengertian ini,
maka ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan fungsi,, komponen, interaksi dan
interdependensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses
transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.
Pendekatan
sistem dapat juga diartikan sebagai sistem yang berupa proses. Tujuannya adalah
untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai suatu tujuan. Inti pendekatan sistem yang berupa proses adalah
merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, dan evaluasi.
Misalnya, model Instructional Development
Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University
Consortium on Instructional Development and Technology (UCIDT) memiliki
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Merumuskan
masalah, yang meliputi:
1) Menentukan
masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah;
2) Menganalisis
latar; ciri-ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber;
3) Mengatur
pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab, dan penjadwalan.
b. Mengidentifikasi
strategi pemecahan masalah, yang meliputi:
1) Menentukan
tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara;
2) Menentukan
strategi: pendekatan, metode, media, dan sumber belajar;
3) Membuat
prototype: bahan-bahan, pembelajaran, dan bahan-bahan evaluasi.
c. Melaksanakan
evaluasi, yang meliputi:
1) Uji
coba prototype: melakukan uji coba, mengumpulkan data dan evaluasi;
2) Analisis
hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode, dan teknik evaluasi.
3) Penyempurnaan
langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.
17
3.
Pendekatan
Klarifikasi Nilai (Value Clarificatioa Approach)
Klarifikasi
nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan
sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya
dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri-ciri
pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain:
(a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru sedikit memberikan
informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru
lebih sering menggunakan metode tanya jawab, (d) tidak banyak kritik dan
destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima
kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g)
merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga struktur kegiatan dapat dipahami oleh
peserta didik, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk
bekerja dan bertanggung jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang
mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas
perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan berfokus pada
prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta
didik menemukan sistem nilainya sendiri.
Secara
umum, tujuan klarifikasi nilai adalah untuk (a) mengembangkan hubungan pribadi
di antara peserta didik secara lebih baik yang mungkin di antara mereka terjadi
konflik nilai atau untuk mengambil keputusan pada masa mendatang, dan (b)
melengkapi kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan
rohani. Secara khusus, tujuan dan kegunaan pendekatan klarifikasi nilai adalah
(a) mengukur dan mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu
nilai, (b) menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki, baik
tingkat maupun sifat. Jika nilai yang dimiliki peserta didik sifatnya negative,
maka tugas guru adalah meluruskan atau mengarahkannya menjadi sifat yang
positif, (c) menanamkan nilai kepada peserta didik melalui contoh nyata atau
keteladanan dan cara-cara yang rasional, yang dapat diterima peserta didik
sebagai milik pribadinya, (d) melatih dan membina peserta didik tentang
bagaimana cara menilai, menerima, dan mengambil keputusan terhadap suatu nilai
umum.
18
4.
Pendekatan
Komprehensif (Comprehensive Approach)
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan komprehensif adalah sebagai
berikut.
Pendekatan
ini melihat, memperhatikan dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua
masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh
pengembang kurikulum.
5.
Pendekatan
yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan
kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai
masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang
masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka
hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan
multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk
memperlajari masalah dan keinginan dari guru tersebut, pengembang kurikulum perlu
melakukan penelitian yang tidak bersifat evaluatif melainkan bersifat
stimulatif dan mendorong guru untuk memberikan informasi yang objektif
semata-mata demi kepentingan pengembangan kurikulum yang lebih baik. Melalui
pendekatan ini, guru merasa sangat dihargai karena pendapat atau saran mereka
didengar bahkan dijadikan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
19
Pengembang kurikulum
harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang berlaku dan mencari
alternatif pemecahannya.
6.
Pendekatan
Terpadu
Pendekatan ini
bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan
berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melinkan
suatu totalitas yang berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Dalam
organisasi kurikulum dikenal dengan kurikulum terpadu dengan sistem penyampaian
melalui pembelajaran unit.
Menurut Oemar Hamalik (1993) pendekatan
terpadu mempunyai ciri khas, yakin memadukan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam “institusionalisasi, profesionalisasi, sosialisasi, kultur
nasional, ekologi, dan futurology”. Institusionalisasi, dalam arti melibatkan berbagai
institusi, baik institusi pemerintah, organisasi swasta, maupun institusi
masyarakat. Profesionalisasi, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi
pada kemampuan professional peserta didik sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Sosialisasi, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada
proses-proses social yang dijiwai oleh keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan dan
permintaan masyarakat kultur nasional, yaitu pengembangan kurikulum harus
memperhatikan dimensi-dimensi keluarga, politik, ekonomi, teknologi seni dan
budaya nasional. Ekologi, yaitu pengembangan kurikulum harus didasarkan pada
askpek-aspek biokologi, geoekologi, dan kultur ekologi. Futurology, yaitu
pengembangan kurikulum yang berorientasi pada penyiapan peserta didik pada masa
yang akan dating, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pendekatan terpadu dapat dilaksanakan
dalam berbagau tingkatan, baik pada tingkat makro, tingkat institusi, tingkat
mikro, maupun tingkat individual. Dalam studi tentang kurikulum terdapat juga
dan pendekatan popular, yaitu pendekatan sentralisasi dan pendekatan
desentralisasi.
a. Pendekatan
sentralisasi (centralized approach)
Pendekatan ini sering
juga disebut pendekatan top-down, yaitu pendekatan dengan menggunakan system
komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum
20
dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis
komando atau vertical disosialisasikan dan dilaksanakan oleh institusi di
bawahnya (Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, UPTD dan
sekolah). Prosedur kerja pendekatan ini dapat digambarkan dalam skema seperti
berikut ini:
Langkah-langkah
: Tugas:
Peran administrator dalam pendekatan
sentralisasi relative kecil. Sering terjadi dalam pendekatan ini bahwa bukan
hanya kerangka umum yang disusun oleh pemerintah pusat, tetapi juga berkaitan
dengan hal-hal teknis oprasional. Hal ini menyebabkan tertutupnya peluang
daerah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kemampuan dan kebutuhan daerahnya.
21
Pendekatan ini beranggapan bahwa kurikulum
harus uniform untuk semua daerah dalam satu Negara.
Namun, pelaksanaannya di sekolah sering
mengalami kesulitan karena kondisi, kebutuhan, dan kemampuan tiap daerah tidak
sama. Peran administrator hanya merupakan penerus kebijakan pemerintah pusat.
Di satu pihak, pendekatan ini memang diperlukan untuk membentuk nasionalisme,
kesatuan bangsa, ketahanan nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), tetapi di pihak lain individual, local maupun regional
sehingga dapat menimbulkan apatis dan pesimis.
b. Pendekatan
desentralisasi (decentralized approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan
grass-rooth, yaitu suatu pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal
ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembangan kurikulum di tingkat sekolah,
baik secara individual maupun kelompok. Semua kebijakan kurikulum tidak diatur
oleh pemerintah pusat melainkan ditentukan oelh pemerintah daerah dan sekolah.
Dalam implementasinya, sering terjadi persaingan kualitas pendidikan (proses
dan hasil) yang sangat ketat, baik sesame peserta didik, sekolah maupun daerah.
Prosedur kerja pendekatan ini dimulai dari guru. Semua isu, keresahan dan
permasalahan ditampung dan didiskusikan oelh guru, kemudian hasilnya diserahkan
ke pejabat digunakan jika guru memiliki kompetensi professional dan kompetensi
pedagogic yang memadai. Jika tidak, maka perubahan dan pengembangan kurikulum
tidak akan terjadi.
Peran administrator dalam pendekatan
desentralisasi sangat besar, terutama dalam mengambil inisiatif pengembangan
kurikulum, menyusun, menyempurnakan, mengevaluasi, dan menyesuaikan kurikulum
dengan daerahnya masing-masing. Penyesuaian kurikulum dapat dilakukan oleh
administrator berkerja sama dengan pakar pendidikan dan pakar kurikulum dari
perguruan tinggi, kepala sekolah, dan guru-guru. Kerangka kurikulum secara umum
mengkun saja disusun oleh pemerintah pusat, tetapi pengembangannya secara
khusus dan lebih terperinci diserahkan kepada masing-masing daerah. Adakalannya
guru harus melakukan penyempurnaan kurikulum sendiri. Asumsi pendekatan ini
adalah kurikulum tidak perlu seragam untuk seluruh daerah.
22
C. Pendekatan dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Pendekatan
rasional dikenal juga sebagai aliran mentalis yang diplopori oleh Chomsky.
Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa pada tahun enam
puluhan. Pengaruh aliran ini sangat terasa dalam diskusi-diskusi dan kajian
ilmu kebahasaan pada tingkat pendidikan tinggi di Indonesia.
Asumsi-asumsi
tentang bahasa, proses belajar dan mengajar bahasa yang dianut oleh pengikut
aliran ini adalah sebagai berikut:
a. Manusia
adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa.
b. Bahasa
yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berfikir.
c. Bahasa
yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan tata
bahasa.
d. Aturan-aturan
tata bahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan.
dengan
pendekatan ini muncul metode verbal-aktif yang merupakan perbaikan dari metode
langsung.
Berikut
adalah beberapa pemikiran dari Semi (1993) berkenaan dengan pendekatan dan
metodologi pengajaran dan beberapa ahli pembelajaran bahasa lainnya.
1.
Pendekatan
Formal
Semi (1993) menyatakan bahwa
pendekatan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional dalam
pembelajaran bahasa. Pendekatan ini menganggap pembelajaran bahasa sebagai
suatu kegiatan rutin yang konvensional, dengan mengikuti cara-cara yang telah
biasa dilakukan berdasarkan pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran tidak
mempunyai latar belakang teoritis. Prosedur pembelajarannya pu henya
berdasarkan atas pengalaman pengajar dan apa yang dianggap baik oleh umum.
Pendekatan formal dipakai dalam dua
metode pembelajaran bahasa, yaitu metode terjemahan tatabahasa dan metode
membaca.
23
a. Metode
terjemahan tatabahasa mengutamakan pemberian pola-pola tatabahasa dengan
menterjemahkan contoh-contoh pemakaiannya. Metode ini cendrung menghasilkan
lulusan yang tahu tentang bahasa, tetapi tidak berkemampuan untuk menggunakan
dalam berkomunikasi.
b. Metode
membaca menggunakan bahasa tulis sebagai sarana belajar bahasa sehingga
analisis dilakukan melalui teks bacaan yang akhirnya menimbulkan kebosanan.
Metode ini mudah, namun pada akhirnya dapat mengurangi motivasi karena peserta
didik merasakan tidak banyak guna.
2.
Pendekatan Fungsional
Menurut semi (1993), pendekatan ini
menyarankan apabila mempelajari bahasa sebaiknya melakukan kontak langsung
dengan masyarakat atau orang yang menggunakan bahasa itu. Dengan demikian
peserta didik menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba memakainya sesuai dengan
keperluan komunikasi.
Lebih jauh ia mengutarakan bahwa
pendekatan ini memunculkan berbagai metode mengajar bahasa, antara lain:
Ø Metode
langsung
Ø Metode
pembatasan
Ø Metode
intensif
Ø Metode
audio-visual
Ø Metode
linguistik
3.
Pendekatan
Integral
Pendekatan integral menganut pengertian
bahwa pengajaran bahasa harus merupakan sesuatu yang multi dimensional. Artinya
banyak faktor yangharus dipertimbangkan dalam mengajar. Oleh sebab itu,
pengajaran harus fleksibel dan dengan metodologi yang terbuka. Bantuan-bantuan
ilmu yang lain bagi kelancaran pengajaran bahasa harus saling menunjang dengan
ilmu lain. Misalnya, dengan ilmu jiwa belajar, sains, dan antropologi.
24
4.
Pendekatan Sosiolinguistik
Pendekatan pengajaran bahasa yang
memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik adalah pendekatan sosiolinguistik.
Dalam sejaran sosiolingistik memberikan konsep-konsep tertentu yang berharga
bagi pengembangan pengajaran bahasa. Konsep itu antara lain adalah sebagai
berikut.
-
Bahasa merupakan sebuah system yang
mempunyai variasi atau ragam. Masyarakat mempunyai sikap dan penghargaan
berbeda terhadap variasi atau ragam-ragam itu. Konsep ini menunjukan bagaimana
pentingnya posisi bahasa dalam masyarakat.
-
Bahasa sebagai identitas kelompok.
Setiap manusia normal mesti mampu berbahasa, setidaknya satu bahasa. Bahasa
yang dipakai tidak terlepas dari identitas dan sikap masyarakat pemakai.
-
Bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa
digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan terhadap
seseorang atau sekelompok orang.
5.
Pendekatan
Psikologi
pendekatan ini sering dianggap hanya
bisa dilakukan oleh psikolog saja. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru,
karena banyak pengajar yang belum mampu mengenali psikologi perkembangan
peserta didik.
Asumsi-asumsi psikologi yang
dimanfaatkan antara lain seperti berikut.
-
Teori behaviorisme. Segala tingkah laku
atau kegiatan seseorang merupakan respon terhadap adanya stimulus. Secara
detail, teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
§ Proses
belajar sangat tergantung kepada faktor yang berbeda di luar dirinya, sehingga
ia memerlukan stimulus dari pengajarnya.
§ Hasil
belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulangan, dan penguatan.
§ Belajar
harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului
yang lebih sulit.
25
-
Teori gestalt. Teori ini beranggapan
bahwa setiap individu memiliki pemahaman mendalam. Kajian ini bertujuan untuk
mengasimilasi atau mereka-reka objek yang sedang diamati, sehingga diterima
sebagai objek yang utuh.
-
Teori kognitif. Menurut teori
kognitif segala aktifitas manusia yang
dilakukan dengan sadar bersumber pada otak dan digerakan oleh kognitif yang
meliputi segala aspek kegiatan, mulai dari menyadari adanya masalah,
mengidentifikasikannya, merumuskan hipotesis, mengumpulkan informasi atau data,
mengambil simpulan, mengevaluasi simpulan, sampai kepada strategi untuk
mencapai tujuan.
6.
Pendekatan Psikolinguistik
pendekatan ini bertumpu pada pemikiran
tentang bagaimana proses yang terjadi dalam benak anak ketika mulai belajar
bahasa, serta bagaimana pula perkembangannya.
Menurutnya, di dalam proses penguasaan
bahasa terdapat teori empirisme yang pada akhirnya sejalan denga behaviorisme,
keberhasilan seorang anak ditentukan oleh faktor luar. Skinner, seorang tokoh
behaviorisme, mengemukakan bahwa proses belajar bahasasama saja dengan
mempelajari nonbahasa, yaitu dengan mekanisme stimulus, lalu dilanjutka dengan
penguatan. Pandangannya ini ditandai oleh dua cirri pokok, yaitu fisikalisme
(kondisi badan) dan determinisme (gejala yang ada dapat dikembalikan pada hukum
sebab akibat).
Pada perkembangan berikutnya terjadi
reaksi menentang behaviorisme yang dimulai oleh Chomsky. Ia mengkritik
setidak-tidaknya dalam dua pokok, yaitu:
a. Bagi
Chomsky,bahasa merupakan produk dari proses yang tersembunyi di dalam benak
anak, berupa system aturan yang abstrak.
b. Menurut
Chomsky, ada prinsip yang sangat spesifik dan yang secara genetic menentukan
atau melandasi bahasa manusia.
c. Hipotesis
Chomsky. Yang pertama adalah, kemampuan bahasa. Yang kedua adalah perbuatan
bahasa yang tampak, yang merupakan tuturan dalam situasi yang konkret
26
7.
Pendekatan Behavioristik
Pendekatan ini diplopori oleh Skinner
pada sekitar tahun 1957. Piringgawadagda (2002) mengetengahkan bahwa pendekatan
behavioristik dapat dikendalikan dari luar, yaitu dengan stimulus respons.
Lingkungan memberikan stimulus, sedangkan pembelajar memberikan respon.
Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekuensi atau lamanya
latihan.
8.
Pendekatan Pengelolaan Kelas
a. Pendekatan
otoriter
Proses
belajar untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas;
keributan yang ditimbulkan oleh peserta didik. Bila timbul masalah yang merusak
ketertiban atau kedisiplinan kelas, maka perlu ada pendekatan seperti:
1. Perintah
dan larangan
2. Penekanan
dan penguasaan
3. Penghukuman
dan ancaman
b. Pendekatan
perfimisif
Mengoptimalkan
kebebasan pembelajaran untuk melakukan sesuatu. Kebebasan yang dimaksud adalah
kebebasan akademik, termasuk di dalamnya tentang kebebasan mengemukakan
pendapat.
a. Pendekatan
pengubahan prilaku
Semua
prilaku pembelajaran, baik yang disukai maupun yang tidak disukai adalah hasil
belajar
b. Pendekatan
iklim sosio emosional
Pengelolaan kelas yang
efektif merupakan fungsi dari hubungan yang baik antara pengajar dengan peserta
didik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya.
c. Pendekatan
proses kelompok
Didasarkan
atas prinsip-prrinsip sosial dalam psikologi dan dinamika kelompok. Anggapan
ini berdasarkan pada dua segi:
1. Kegiatan
pembelajaran di sekolah berlangsung dalam suatu kelompok tertentu;
2. Kelas
atas suatu system sosial yang memiliki cirri-ciri sebagai mana dimiliki oleh sistem
sosial lainnya.
27
Penggunaan
pendekatan ini menekankan pentingnya cirri-ciri kelompok yang sehat dalam
kelas, yang didukung oeh adanya saling hubungan antar pembelajar dalam kelompok
di kelas itu.
9.
Pendekatan
Komunikatif
Pembelajar harus mampu berinteraksi
secara lisan maupun tulisan. Pembelajar harus menguasai kaidah-kaidah atau
aturan-aturan kebahasaan, serta harus mampu menggunakan dalam berbagai kegiatan
sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Pendekatan
dalam kurikulum adalah pendekatan dalam kurikulum adalah asumsi atau pandangan
mengenai hal ihwal pembelajaran. Meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi pembelajaran, seperangkat mata pelajaran, ataua yang
lebih meluasnya lagi seluruh kegiatan dalam sebuah pembelajaran baik formal
maupun non formal.
2. Pendekatan
dalam kurikulum menurut Nasution, yaitu: pendekatan bidang studi, pendekatan
interdisiplin, pendekatan rekonstruksionalisme, pendekatan humanistik,
pendekatan accountability, dan pendekatan pengembangan nasional.
3. Secara
keseluruhan dapat disimpulkan pendekatan dalam pengembangan kurikulum dilihat
dari aspek perencanaannya ada 6, yaitu : pendekatan kompetensi, pendekatan
system, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan komprehensif, pendekatan yang
berpusat pada masalah, dan pendekatan terpadu.
4. Pendekatan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia meliputi: pendekatan formal, pendekatan
fungsional, pendekatan integral, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan
psikologi, pendekatan psikolinguistik, pendekatan behavioristik, pendekatan
pengelolaan kelas, dan pendekatan komunikatif.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal. 2011. Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nasution, S. 2007. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Oemar
Hamalik, 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sanjaya,
Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Sunendar, Dadang dan Iskandarwassid. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar