Minggu, 02 Juni 2013

Berbagai Pendekatan dalam Kurikulum

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM KURIKULUM
A.    Berbagai Pendekatan dalam Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolok atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya sesuatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolok atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa berarti penyusunan kurikulum baru, bisa juga penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku.[1] Jadi, pendekatan dalam kurikulum adalah asumsi atau pandangan mengenai hal ihwal pembelajaran. Meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, seperangkat mata pelajaran, ataua yang lebih meluasnya lagi seluruh kegiatan dalam sebuah pembelajaran baik formal maupun non formal.
Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara penggolongan para ahli itu agak berlainan, namun apa yang dikemukakan di sini boleh dikatakan telah mencangkup kebanyakan dari pendekatan kurikulum utama dewasa ini.
1.      Pendekatan Bidang Studi
Pendekatan ini menggunakan bidang studi sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematik, IPA, IPS, dan lain sebagainya yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Di sini dapat dibedakan macro-organiser, organizer, dan micro-organizer  misalnya:
Macro Organizer : Matematika
Organizer              : Aljabar , Geometri, Kalkulus.
3
4
Micro organizer   : Aljabar 1 , Aljabar 11, dan sebagainya.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahasa dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan falsafah realisme.

2.      Pendekatan Interdisipliner
Banyak usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah yang dibuat antara berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.
a.       Pendekatan Broad- Field
Pendekatan ini mengintegrasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan integral dari kehidupan manusia.
Misalnya banyak sekolah rendah mengajarkan IPS dengan membicarakan lingkungan rumah atau orang yang berjasa di rumah untuk itu guru menyiapkan suatu unit antara lain dapat membicarakan: Letak rumah, ibu yang tiap hari mengurus rumah tangga, pendapatan tukang sayur, tukang pengantar koran, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran itu telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti Geografi (lokasi rumah), Ekonomi (biaya rumah tangga), Matematika (pengeluaran tiap pagi untuk membeli sayur, dan sebagainya). 
b.      Pendekatan Kurikulum Inti
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
c.       Pendekatan Kurikulum Inti di perguruan Tinggi
Istilah inti juga digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu
5
 yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilih. Misalnya, mahasiawa tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasehatnya memilih mata kuliah yang memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan dan serta minat mahasiswa.
d.      Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini mengfusikan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru misalnya: biologi+fisika menjadi beofisika, biologi+kimia menjadi biokimia/biogenetika

3.      Pendekatan Rekonstruksionalisme
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada msalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksionisme terdapat dua kelompok  yang sangat bebeda pandangan tentang kurikulum ini:
a.       Rekonstruksionisme konservatif
Aliran ini menginginkan agar pendidikan di tujukan pada peningkatan muru kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari permasalahan yang paling mendesak yang di hadapi masyarakat. peranan   guru iyalah sebagai seorang menganjurkan perubahan mendorong siswa  menjuadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat.
b.      Rekonstruksionisme radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa negara mengadakan pembangunan demgan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat, elit yang berkuasa (sering golongan industri, militer, politik) ini ingin  menggunakan pendidikan utuk merombak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada dan membengun struktur baru.


6
Kedua pendirian  yang saling bertentangan ini, baik yang koservatif dan radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian missi sekolah untuk merubah dan  memperbaiki masyarakat.

4.      Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakni, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.

5.      Pendekatan “Accountability”
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya pada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Dalam usaha mengembangkan standar yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih ke arah apa yang disebut sistem tertutup.
Di bawah ini ada dua bandingan sistem yang acountable yang bersifat tertutup dan sistem yang lebih terbuka.

Sistem tertutup
Sistem terbuka

Tujuan





Tujuan
Hasil belajar lebih dahulu ditentukan berdasarkan standar yang dirumuskan secara spesifik, siswa dilatih berkelakuan sesuai dengan yang ditetapkan sekolah.
Siswa belajar tentang “cara belajar”, cara memecahkan masalah kompleks, mengambil keputusan secra mandiri dan memberi penilaian etis moral secara pribadi.
Membantu siswa menyesuaikan diri dengan dunia sebagaimana adanya.
Membantu siswa berpartisipasi dalam proses pengembangan dunia, mencari kebenaran baru, dan membangun dunia lebih baik dari pada yang sekarang.
Proses
Mentransmisi informasi dan keterampilan melalui latihan, ulangan, hafalan berdasarkan teori stimulus-respon.
Menjalankan proses penelitian, menggunakan metode penemuan, mengajukan hipotesis untuk mengungkapkan realitas baru.
Peranan Guru
Orang yang berkedudukan otoriter yang menyampaikan pengetahuan dan keterampilan.
Orang yang turut belajar mencari pengetahuan, kebenaran, dan keadilan universal yang baru.
Motivasi
Ekstrinsik dengan menggunakan angka-angka, pujian, hukuman, tekanan, dan paksaan.
Intrisik, dengan memupuk hasrat belajar, meneliti, menemukan pengetahuan baru, melahirkan ide dan cara berpikir baru.
Metode Utama
Direktif: ceramah, demonstrasi, latihan, praktek.
Interaktif - eksperimental
Domain (ranah) tingkatan
Kognitif, psikomotor, tingkat rendah
Kognitif, afektif, psikomotor tingkat tinggi
Hasil Belajar Afektif
Siswa kaku, tidak mudah berubah atau menyesuaikan diri dengan ide atau situasi baru, terikat dan tidak bebas untuk berubah.
Siswa mempunyai kebebasan batin dan kemampuan untuk berubah bila menghadapi informasi, kenyataan atau situasi baru.
Dari analisis di atas mengenai saistem tertutup dan terbuka jelaslah bahwa kedua sistem ini mengandung unsur-unsur yang menguntungkan yang dapat di manfaatkan oleh pengembangan kurikulum. Jadi bukanlah memilih salah satu di antaranya sebagai yang terbaik, melainkan untuk mempertimbangkan untuk tujuan apa dan dalam kondisi bagaimana suatu sistem lebih efektif.
6.      Pendekatan Pengembangan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsur:
1.      Pendidikan kewarganegaraan.
Berorientasi pada sitem politik negara menetukan peranan hak dan kewajiana tiap warga negara. Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap yang disumbangkan kepada kesejahteraan umum untuk sebagai warga negara yang aktif.
2.      Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional.
Tujuan pendidikan ini mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pakar tenaga kerja harus memperhitungkan jumlah guru, ahli kimia, insinyur pertanian, ahli bedah, dan sebagainya yang diperlukan tiap tahun. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa dan para pengembang kerikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan di duduki.


9
3.      Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa karegori yang tidak hanya bercorak kepada keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap yakni:
·         keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistem ekonomi suatu negara
·         keterampilan untuk mengembangkan masyarakat
·         keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
·         keterampilan sebagai warga negara yang baik.
Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.[2]

B.     Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Berikut beberapa pendapat mengenai pendekatan dalam pengembangan kurikulum:
A.    Menurut Oemar Hamalik
1.      Pendekatan Mata Pelajaran
Dalam pendekatan mata pelajaran ini, terdapat sistem pembagian tanggung jawab di antara masing-masing guru mata pelajaran. Misalnya guru yang mengajar ilmu bumi di SMP  atau SMA hanya bertugas mengajar ilmu bumi saja. Begitu pula hanya dengan guru biologi yang hanya mengajar biologi saja. Sekalipun seorang guru bertanggung jawab mengajar sejumlah mata pelajaran sekaligus (seperti di sekolah dasar), namun guru tersebut mengajarkannya secara terpisah dan tidak dikolerasikan satu dengan yang lainnya. Jenis pendekatan inilah yang mengembangkan kurikulum.
2.      Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan interdisipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan, pendekatan struktural, bertitik tolok dari suatu struktur tertentu, yang merupakan suatu  disiplin ilmu, misalnya

10
suatu topik dari ilmu bumi maka kemudian dipelajarilah berbagai disiplin lainnya misalnya
sejarah, ekonomi, politik, dan antropologi.  Pendekatan fungsional,  bertitik tolok dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Berdasarkan massalah tersebut, dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari. Sebagai contoh, kita ambil masalah tentang “Air”. Berdasarkan masalah ini, akan dipelajari aspek kimia, aspek biologi atau fisiologi, aspek ilmu alam, dan aspek lainnya yang terkait dengan permasalahan “Air” tersebut. Dan pendekatan daerah bertitik tolok dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek pelajaran. Berdasarkan daerah tersebut, kemudian akan dipelajari aspek biografi, ekonomi, antropologi, adat istiadat, bahasa, dan aspek lainnya. Misalnya, dalam pengajaran IPS, dapat dipilih daerah Bali, Kalimantan, atau daerah-daerah lainnya. Kemudian dibuatlah perencanaan berbagai aspek.
3.      Pendekatan Integratif
Pendekatan Integratif/terpadu, bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna maksudnya setiap suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti, dan faedah tertentu atau suatu totalitas yang memiliki makna tersendiri.
Terstruktur mempunyai asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Contoh, manusia bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian tubuh atau penjumlahan dari badaniah dan rohaniah, melainkan sesuatu yang utuh. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh, dengan mempertimbangkan bahwa anak adalah suatu potensi yang sedang berkembang dan merupakan organisme yang hidup dalam masyarakat yang berkembang pula.
Mata pelajaran dan atau bidang studi hanyalah sebagian faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Dewasa ini dalam perkembangan kurikulum kita, terdapat istilah “integrated curriculum” dengan sistem yang mencakup semua bidang studi tidak terlepas satu dengan yang lainnya, dan tidak ada pemabatasan satu sama lainnya.

11
4.      Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Bila kurikulum ditinjau dalam hubungannya dengan komponen-komponennya, antara lain tujuan, prinsip, susunan, dan sistem penyampaiannya.
Pendekatan sistem digunakan juga sebagai suatu sistem berpikir, bahkan sisitem pendekatan ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. Langkah-langkah digunakan adalah  proses identifikasi dan perumusan masalah, perumusan atau hasil-hasil yang diinginkan, dan penentuan yang dinilai paling tepat melalui  paper analysis/eksperimen. Selanjutnya dilakukan kegiatan try out dan revisi, dan langkah terakhir yakni implementasi dan evaluasi.
Dalam uraian di atas, jelaslah bahwa dalam penyususnan suatu program pendidikan dan kurikulum, sangat penting untuk ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan yang akan digunakan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan kurikulum hanya digunakan satu jenis pendekatan saja, karena beberapa jenis pendekatan dapat juga digunakan sekaligus, seperti yang dijumpai dalam pembinaan kurikulum tahun 1975.

B.     Menurut Wina Sanjaya
1.      Pendekatan Top Down (Administratif)
Yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau dari para pemegang kebijakan pendidikan seperti dirjen atau para kantor wilayah.
Proses kerja atau proses pengembangan kurikulum dilakukan kira-kira sebagai berikut:
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.

12
Langkah kedua, menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusa yang telah disusun oleh tim pengarah. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim, selanjutnya hasil diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu di uji cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kerikulum yang telah tersusun.
2.      Pendekatan Grass Roots
Yaitu inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas. Maka pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum manakala menggunakan pendekatan ini:
Pertama, menyadari adanya masalah. Pendekatan ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasiseperti yang diharapkan, dan lain sebagainya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam Grass Roots.
Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan. Misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi; atau melakukan diskusi dengan teman

13
 sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan, misalnya melakukan wawancara dengan siswa, orang tua, atau sumber lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis. Selanjutnya guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara pengulangannya.
Keempat, dalam langkah ini kita hanya memilih kemungkinan yang dapat dilakukan dan selanjutnya merencanakan apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Di samping itu kita dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.
Keenam, membuat dan menyusun laporanhasil pelaksanaan pengembangan melalui Grass Roots.[3]
Dilihat dari aspek perencanaannya, menurut Zainal Arifin ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut penulis, pendekatan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin sudah merangkum pendapat para ahli lainnya, yaitu:
1.      Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebiih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability)
Prosedur menggunakan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat kompetensi yang harap dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau suatu pelajaran (jika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan pendukung
13
lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.
Selanjutnya, Wirijan, dkk (1984) mengemukakan langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu “mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, memberi nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS”.
a.       Mengidentifikasi kompetensi, yaitu menetapkan dan mendeskripsikan cirri-ciri, jenis, dan mutu kompetensi yang harus dimiliki peserta didik agar dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu atau melaksanakan tugas untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hasil identifikasi kompetensi ini sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan “Untuk membentuk pribadi peserta
didik yang terintegrasi, kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan dalam menyusun program pendidikan?”
b.      Merumuskan tujuan pendidikan, yaitu memperlakukan kompetensi yang telah diidentifikasi pada poin (a) sebagai tujuan institusional untuk dapat dirumuskan tujuan-tujuan kompetensi itu. Penjabaran tersebut dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan “Andai tamatan yang kompeten itu harus melaksanakan tugasnya, urutan langkah kerja apa yang harus ditempuh dan bagaimana cara mencapainya?
c.       Menyusun pengalaman belajar, yaitu menyediakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan peserta didik untuk dapat melaksanakan langkah-langkah tugas yang disebutkan pada poin (b). Hasil penyusunan pengalaman belajar itu hendaknya merupakan jawaban atas pertanyaan”Untuk dapat melaksanakan langkah-langkah tugas, apa yang harus dialami peserta didik dalam proses pembelajarannya?”
d.      Menetapkan topik dan subtopik, yaitu mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan sebagai isi atau persoalan-persoalan yang dibahas untuk memproleh pengalaman-pengalaman belajar yang disebutkan pada poin (c). Hal ini dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan “Untuk memperoleh berbagai pengalaman

14
e.        belajar, topik dan subtopik apa yang harus dipelajari peserta didik dan latihan-latihan apa yang harus dikerjakan dalam proses pembelajaran?”
f.       Menetapkan waktu yang diperlukan untuk mempelajari topik dan subtopik dengan memperhatikan kegiatan tatap muka, berstruktur dan mandiri, baik melalui kajian teoretis di kelas, praktikum maupun kerja lapangan dengan harga waktu tiap-tiap kegiatan berbanding 1 : 2 : 4.
g.      Mengalokasikan waktu untuk tiap topik dan subtopik dengan menjawab pertanyaan “Berapa jam yang diperlukan oleh peserta didik untuk mempelajari tiap topik dan subtopik?”
h.      Memberi nama mata pelajaran dengan cara mengorganisasikan terlebih dahulu topik dan subtopik yang relevan menjadi satuan bahan pembelajaran. Selanjutnya, berdasarkan isi topik dan subtopik yang sudah menjadi satuan bahan pembelajaran ditetapkan nama mata pelajaran. Langkah ini untuk menjawab pertanyaan “Apa nama mata pelajaran yang sebaiknya diberikan untuk setiap satuan bahan pembelajaran?”
i.        Menetapkan bobot SKS setiap mata pelajaran sesuai dengan jumlah jam pelajaran yang diperlukan peserta didik untuk mempelajari semua topik dan subtopik dari sesuatu mata pelajaran. Untuk perguruan tinggi, kriterianya adalah 1 (satu) SKS = 16 x tatap muka. Satu kali tatap muka = 50 menit. Kegiatan terstruktur dann mandiri masing-masing 50 menit. Dalam menetapkan bobot SKS harus memperhatikan perbandingan harga waktu antara tatap muka, terstruktur dan mandiri.
Bukti penguasaan kompetensi tidak cukup dengan kemampuan lisan saja, melainkan harus diperagakan dalam bentuk pelaksanaan perbuatan yang nyata dan konkret. Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut.
Pertama, sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat untuk kerjapelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Kedua, kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas. kriteria  ini dijabarkan langsung dari hakikat dan tuntutan tugas yang dapat dikerjakan peserta didik, bukan dari prestasi rata-rata kelompok atau dari patokan mutlak yang tidak jelas
15
 rujukannya. Ketiga, sasaran utama adalah penguasaan kemampuan dan bukan pada cara atau waktu pencapaiannya.
Pada pengembangan kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai penguasaan kemampuannya atas bahan yang dapat disajikan bahkan sebelum bahan tersebut dikerjakan.
Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengolahan informasi balikan secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
2.      Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, berinterelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sistem ada yang sederhana sehingga dapat ditetapkan terlebih dahulu, tetapi ada juga yang kompleks sehingga belum dapat ditetapkan. Jika komponen-komponen kurikulumnya sederhana, kita dapat melihatnya seperti gambar ini





Dalam pengembangan kurikulum mungkin saja komponen-komponennya sangat kompleks sehingga dapat dipertimbangkan seperti sebuah kotak hitam yang mekanismenya tidak dapat dipahami secara utuh. Perhatikan gambar berikut ini



16
Input
Sistem
Uotput

-          Peserta didik
-          Manusia &teknik
-          Biaya
-          informasi
Proses pengembangan kurikulum (black box)
Kemampuan peserta didik yang sudah diperbaiki

Fungsi totalitas akan berbeda dengan fungsi bagian-bagian. Berdasarkan pengertian ini, maka ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan fungsi,, komponen, interaksi dan interdependensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.
Pendekatan sistem dapat juga diartikan sebagai sistem yang berupa proses. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai suatu tujuan.  Inti pendekatan sistem yang berupa proses adalah merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, dan evaluasi. Misalnya, model Instructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University Consortium on Instructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Merumuskan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah;
2)      Menganalisis latar; ciri-ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber;
3)      Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab, dan penjadwalan.
b.      Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara;
2)      Menentukan strategi: pendekatan, metode, media, dan sumber belajar;
3)      Membuat prototype: bahan-bahan, pembelajaran, dan bahan-bahan evaluasi.
c.       Melaksanakan evaluasi, yang meliputi:
1)      Uji coba prototype: melakukan uji coba, mengumpulkan data dan evaluasi;
2)      Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode, dan teknik evaluasi.
3)      Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.
17
3.      Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarificatioa Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri-ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru sedikit memberikan informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sering menggunakan metode tanya jawab, (d) tidak banyak kritik dan destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga struktur kegiatan dapat dipahami oleh peserta didik, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggung jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan berfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri.
Secara umum, tujuan klarifikasi nilai adalah untuk (a) mengembangkan hubungan pribadi di antara peserta didik secara lebih baik yang mungkin di antara mereka terjadi konflik nilai atau untuk mengambil keputusan pada masa mendatang, dan (b) melengkapi kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Secara khusus, tujuan dan kegunaan pendekatan klarifikasi nilai adalah (a) mengukur dan mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, (b) menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki, baik tingkat maupun sifat. Jika nilai yang dimiliki peserta didik sifatnya negative, maka tugas guru adalah meluruskan atau mengarahkannya menjadi sifat yang positif, (c) menanamkan nilai kepada peserta didik melalui contoh nyata atau keteladanan dan cara-cara yang rasional, yang dapat diterima peserta didik sebagai milik pribadinya, (d) melatih dan membina peserta didik tentang bagaimana cara menilai, menerima, dan mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum.


18
4.      Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan komprehensif adalah sebagai berikut.










Pendekatan ini melihat, memperhatikan dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang kurikulum.

5.      Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk memperlajari masalah dan keinginan dari guru tersebut, pengembang kurikulum perlu melakukan penelitian yang tidak bersifat evaluatif melainkan bersifat stimulatif dan mendorong guru untuk memberikan informasi yang objektif semata-mata demi kepentingan pengembangan kurikulum yang lebih baik. Melalui pendekatan ini, guru merasa sangat dihargai karena pendapat atau saran mereka didengar bahkan dijadikan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.

19
Pengembang kurikulum harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang berlaku dan mencari alternatif pemecahannya.

6.      Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melinkan suatu totalitas yang berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Dalam organisasi kurikulum dikenal dengan kurikulum terpadu dengan sistem penyampaian melalui pembelajaran unit.
Menurut Oemar Hamalik (1993) pendekatan terpadu mempunyai ciri khas, yakin memadukan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “institusionalisasi, profesionalisasi, sosialisasi, kultur nasional, ekologi, dan futurology”. Institusionalisasi, dalam arti melibatkan berbagai institusi, baik institusi pemerintah, organisasi swasta, maupun institusi masyarakat. Profesionalisasi, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada kemampuan professional peserta didik sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sosialisasi, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada proses-proses social yang dijiwai oleh keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan dan permintaan masyarakat kultur nasional, yaitu pengembangan kurikulum harus memperhatikan dimensi-dimensi keluarga, politik, ekonomi, teknologi seni dan budaya nasional. Ekologi, yaitu pengembangan kurikulum harus didasarkan pada askpek-aspek biokologi, geoekologi, dan kultur ekologi. Futurology, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada penyiapan peserta didik pada masa yang akan dating, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pendekatan terpadu dapat dilaksanakan dalam berbagau tingkatan, baik pada tingkat makro, tingkat institusi, tingkat mikro, maupun tingkat individual. Dalam studi tentang kurikulum terdapat juga dan pendekatan popular, yaitu pendekatan sentralisasi dan pendekatan desentralisasi.
a.       Pendekatan sentralisasi (centralized approach)
Pendekatan ini sering juga disebut pendekatan top-down, yaitu pendekatan dengan menggunakan system komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum
20
 dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q.  Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando atau vertical disosialisasikan dan dilaksanakan oleh institusi di bawahnya (Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, UPTD dan sekolah). Prosedur kerja pendekatan ini dapat digambarkan dalam skema seperti berikut ini:
Langkah-langkah :                                                      Tugas:
 












Peran administrator dalam pendekatan sentralisasi relative kecil. Sering terjadi dalam pendekatan ini bahwa bukan hanya kerangka umum yang disusun oleh pemerintah pusat, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal teknis oprasional. Hal ini menyebabkan tertutupnya peluang daerah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kemampuan dan kebutuhan daerahnya.

21
     Pendekatan ini beranggapan bahwa kurikulum harus uniform untuk semua daerah dalam satu Negara.
Namun, pelaksanaannya di sekolah sering mengalami kesulitan karena kondisi, kebutuhan, dan kemampuan tiap daerah tidak sama. Peran administrator hanya merupakan penerus kebijakan pemerintah pusat. Di satu pihak, pendekatan ini memang diperlukan untuk membentuk nasionalisme, kesatuan bangsa, ketahanan nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetapi di pihak lain individual, local maupun regional sehingga dapat menimbulkan apatis dan pesimis.
b.      Pendekatan desentralisasi (decentralized approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, baik secara individual maupun kelompok. Semua kebijakan kurikulum tidak diatur oleh pemerintah pusat melainkan ditentukan oelh pemerintah daerah dan sekolah. Dalam implementasinya, sering terjadi persaingan kualitas pendidikan (proses dan hasil) yang sangat ketat, baik sesame peserta didik, sekolah maupun daerah. Prosedur kerja pendekatan ini dimulai dari guru. Semua isu, keresahan dan permasalahan ditampung dan didiskusikan oelh guru, kemudian hasilnya diserahkan ke pejabat digunakan jika guru memiliki kompetensi professional dan kompetensi pedagogic yang memadai. Jika tidak, maka perubahan dan pengembangan kurikulum tidak akan terjadi.
Peran administrator dalam pendekatan desentralisasi sangat besar, terutama dalam mengambil inisiatif pengembangan kurikulum, menyusun, menyempurnakan, mengevaluasi, dan menyesuaikan kurikulum dengan daerahnya masing-masing. Penyesuaian kurikulum dapat dilakukan oleh administrator berkerja sama dengan pakar pendidikan dan pakar kurikulum dari perguruan tinggi, kepala sekolah, dan guru-guru. Kerangka kurikulum secara umum mengkun saja disusun oleh pemerintah pusat, tetapi pengembangannya secara khusus dan lebih terperinci diserahkan kepada masing-masing daerah. Adakalannya guru harus melakukan penyempurnaan kurikulum sendiri. Asumsi pendekatan ini adalah kurikulum tidak perlu seragam untuk seluruh daerah.
22
C. Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan rasional dikenal juga sebagai aliran mentalis yang diplopori oleh Chomsky. Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa pada tahun enam puluhan. Pengaruh aliran ini sangat terasa dalam diskusi-diskusi dan kajian ilmu kebahasaan pada tingkat pendidikan tinggi di Indonesia.
Asumsi-asumsi tentang bahasa, proses belajar dan mengajar bahasa yang dianut oleh pengikut aliran ini adalah sebagai berikut:
a.       Manusia adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa.
b.      Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berfikir.
c.       Bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan tata bahasa.
d.      Aturan-aturan tata bahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan.
dengan pendekatan ini muncul metode verbal-aktif yang merupakan perbaikan dari metode langsung.
Berikut adalah beberapa pemikiran dari Semi (1993) berkenaan dengan pendekatan dan metodologi pengajaran dan beberapa ahli pembelajaran bahasa lainnya.
1.      Pendekatan Formal
          Semi (1993) menyatakan bahwa pendekatan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional dalam pembelajaran bahasa. Pendekatan ini menganggap pembelajaran bahasa sebagai suatu kegiatan rutin yang konvensional, dengan mengikuti cara-cara yang telah biasa dilakukan berdasarkan pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran tidak mempunyai latar belakang teoritis. Prosedur pembelajarannya pu henya berdasarkan atas pengalaman pengajar dan apa yang dianggap baik oleh umum.
Pendekatan formal dipakai dalam dua metode pembelajaran bahasa, yaitu metode terjemahan tatabahasa dan metode membaca.

23
a.       Metode terjemahan tatabahasa mengutamakan pemberian pola-pola tatabahasa dengan menterjemahkan contoh-contoh pemakaiannya. Metode ini cendrung menghasilkan lulusan yang tahu tentang bahasa, tetapi tidak berkemampuan untuk menggunakan dalam berkomunikasi.
b.      Metode membaca menggunakan bahasa tulis sebagai sarana belajar bahasa sehingga analisis dilakukan melalui teks bacaan yang akhirnya menimbulkan kebosanan. Metode ini mudah, namun pada akhirnya dapat mengurangi motivasi karena peserta didik merasakan tidak banyak guna.

2.       Pendekatan Fungsional
          Menurut semi (1993), pendekatan ini menyarankan apabila mempelajari bahasa sebaiknya melakukan kontak langsung dengan masyarakat atau orang yang menggunakan bahasa itu. Dengan demikian peserta didik menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba memakainya sesuai dengan keperluan komunikasi.
Lebih jauh ia mengutarakan bahwa pendekatan ini memunculkan berbagai metode mengajar bahasa, antara lain:
Ø  Metode langsung
Ø  Metode pembatasan
Ø  Metode intensif
Ø  Metode audio-visual
Ø  Metode linguistik

3.      Pendekatan Integral
Pendekatan integral menganut pengertian bahwa pengajaran bahasa harus merupakan sesuatu yang multi dimensional. Artinya banyak faktor yangharus dipertimbangkan dalam mengajar. Oleh sebab itu, pengajaran harus fleksibel dan dengan metodologi yang terbuka. Bantuan-bantuan ilmu yang lain bagi kelancaran pengajaran bahasa harus saling menunjang dengan ilmu lain. Misalnya, dengan ilmu jiwa belajar, sains, dan antropologi.
24
4.       Pendekatan Sosiolinguistik
Pendekatan pengajaran bahasa yang memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam sejaran sosiolingistik memberikan konsep-konsep tertentu yang berharga bagi pengembangan pengajaran bahasa. Konsep itu antara lain adalah sebagai berikut.
-          Bahasa merupakan sebuah system yang mempunyai variasi atau ragam. Masyarakat mempunyai sikap dan penghargaan berbeda terhadap variasi atau ragam-ragam itu. Konsep ini menunjukan bagaimana pentingnya posisi bahasa dalam masyarakat.
-          Bahasa sebagai identitas kelompok. Setiap manusia normal mesti mampu berbahasa, setidaknya satu bahasa. Bahasa yang dipakai tidak terlepas dari identitas dan sikap masyarakat pemakai.
-          Bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan terhadap seseorang atau sekelompok orang.

5.      Pendekatan Psikologi
          pendekatan ini sering dianggap hanya bisa dilakukan oleh psikolog saja. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru, karena banyak pengajar yang belum mampu mengenali psikologi perkembangan peserta didik.
            Asumsi-asumsi psikologi yang dimanfaatkan antara lain seperti berikut.
-          Teori behaviorisme. Segala tingkah laku atau kegiatan seseorang merupakan respon terhadap adanya stimulus. Secara detail, teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
§  Proses belajar sangat tergantung kepada faktor yang berbeda di luar dirinya, sehingga ia memerlukan stimulus dari pengajarnya.
§  Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulangan, dan penguatan.
§  Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului yang lebih sulit.

25
-          Teori gestalt. Teori ini beranggapan bahwa setiap individu memiliki pemahaman mendalam. Kajian ini bertujuan untuk mengasimilasi atau mereka-reka objek yang sedang diamati, sehingga diterima sebagai objek yang utuh.
-          Teori kognitif. Menurut teori kognitif  segala aktifitas manusia yang dilakukan dengan sadar bersumber pada otak dan digerakan oleh kognitif yang meliputi segala aspek kegiatan, mulai dari menyadari adanya masalah, mengidentifikasikannya, merumuskan hipotesis, mengumpulkan informasi atau data, mengambil simpulan, mengevaluasi simpulan, sampai kepada strategi untuk mencapai tujuan.
6.       Pendekatan Psikolinguistik
          pendekatan ini bertumpu pada pemikiran tentang bagaimana proses yang terjadi dalam benak anak ketika mulai belajar bahasa, serta bagaimana pula perkembangannya.
Menurutnya, di dalam proses penguasaan bahasa terdapat teori empirisme yang pada akhirnya sejalan denga behaviorisme, keberhasilan seorang anak ditentukan oleh faktor luar. Skinner, seorang tokoh behaviorisme, mengemukakan bahwa proses belajar bahasasama saja dengan mempelajari nonbahasa, yaitu dengan mekanisme stimulus, lalu dilanjutka dengan penguatan. Pandangannya ini ditandai oleh dua cirri pokok, yaitu fisikalisme (kondisi badan) dan determinisme (gejala yang ada dapat dikembalikan pada hukum sebab akibat).
Pada perkembangan berikutnya terjadi reaksi menentang behaviorisme yang dimulai oleh Chomsky. Ia mengkritik setidak-tidaknya dalam dua pokok, yaitu:
a.       Bagi Chomsky,bahasa merupakan produk dari proses yang tersembunyi di dalam benak anak, berupa system aturan yang abstrak.
b.      Menurut Chomsky, ada prinsip yang sangat spesifik dan yang secara genetic menentukan atau melandasi bahasa manusia.
c.       Hipotesis Chomsky. Yang pertama adalah, kemampuan bahasa. Yang kedua adalah perbuatan bahasa yang tampak, yang merupakan tuturan dalam situasi yang konkret



26
7.       Pendekatan Behavioristik
          Pendekatan ini diplopori oleh Skinner pada sekitar tahun 1957. Piringgawadagda (2002) mengetengahkan bahwa pendekatan behavioristik dapat dikendalikan dari luar, yaitu dengan stimulus respons. Lingkungan memberikan stimulus, sedangkan pembelajar memberikan respon. Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekuensi atau lamanya latihan.
8.       Pendekatan Pengelolaan Kelas
a.       Pendekatan otoriter
Proses belajar untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas; keributan yang ditimbulkan oleh peserta didik. Bila timbul masalah yang merusak ketertiban atau kedisiplinan kelas, maka perlu ada pendekatan seperti:
1.      Perintah dan larangan
2.      Penekanan dan penguasaan
3.      Penghukuman dan ancaman
b.      Pendekatan perfimisif
Mengoptimalkan kebebasan pembelajaran untuk melakukan sesuatu. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan akademik, termasuk di dalamnya tentang kebebasan mengemukakan pendapat.
a.       Pendekatan pengubahan prilaku
Semua prilaku pembelajaran, baik yang disukai maupun yang tidak disukai adalah hasil belajar
b.      Pendekatan iklim sosio emosional
Pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang baik antara pengajar dengan peserta didik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya.
c.       Pendekatan proses kelompok
Didasarkan atas prinsip-prrinsip sosial dalam psikologi dan dinamika kelompok. Anggapan ini berdasarkan pada dua segi:
1.      Kegiatan pembelajaran di sekolah berlangsung dalam suatu kelompok tertentu;
2.      Kelas atas suatu system sosial yang memiliki cirri-ciri sebagai mana dimiliki oleh sistem sosial lainnya.
27
Penggunaan pendekatan ini menekankan pentingnya cirri-ciri kelompok yang sehat dalam kelas, yang didukung oeh adanya saling hubungan antar pembelajar dalam kelompok di kelas itu.
9.      Pendekatan Komunikatif
            Pembelajar harus mampu berinteraksi secara lisan maupun tulisan. Pembelajar harus menguasai kaidah-kaidah atau aturan-aturan kebahasaan, serta harus mampu menggunakan dalam berbagai kegiatan sehari-hari.














BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
1.      Pendekatan dalam kurikulum adalah pendekatan dalam kurikulum adalah asumsi atau pandangan mengenai hal ihwal pembelajaran. Meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, seperangkat mata pelajaran, ataua yang lebih meluasnya lagi seluruh kegiatan dalam sebuah pembelajaran baik formal maupun non formal.
2.      Pendekatan dalam kurikulum menurut Nasution, yaitu: pendekatan bidang studi, pendekatan interdisiplin, pendekatan rekonstruksionalisme, pendekatan humanistik, pendekatan accountability, dan pendekatan pengembangan nasional.
3.      Secara keseluruhan dapat disimpulkan pendekatan dalam pengembangan kurikulum dilihat dari aspek perencanaannya ada 6, yaitu : pendekatan kompetensi, pendekatan system, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan komprehensif, pendekatan yang berpusat pada masalah, dan pendekatan terpadu.
4.      Pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia meliputi: pendekatan formal, pendekatan fungsional, pendekatan integral, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan psikologi, pendekatan psikolinguistik, pendekatan behavioristik, pendekatan pengelolaan kelas, dan pendekatan komunikatif.





28
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nasution, S. 2007.  Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Oemar Hamalik, 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sunendar, Dadang dan Iskandarwassid. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya







[1] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2010), h. 77
[2] Nasution, S., Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara), h. 43-55
[3] Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 77-81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar