Pendakian keduaku bersama
pasangan adalah ke Gunung Gede, Pangrango. Perjalanan kali ini saya bersama
teman-teman dari adikku. Tepatnya teman-teman sekelas nya di UIN Jakarta dengan
membawa kakak kelas abadi yang katanya sudah berpengalaman dalam mendaki gunung.
Persiapan kami cukup lama dengan adanya brefing H-1 berkenalan dan membeli
perlengkapan untuk persiapan. Keesokan harinya kami dari pagi jam 10 dan ternyata batu jalan magrib gara-gara yah masalah kendaraan untuk ke cibodas. Melelahkan duluan dan terkesan
tak kompak yah tidak sesuai dengan perjanjian dan kuakui pendakian ini tim
terbanyak dengan 12 orang dan hanya dengan membawa satu tenda kapasitasnya
hanya 5 orang.
Puncak Gede Pangrango dengan view belakang Surken |
Perjalanan selepas magrib
dari Ciputat kemudian saya dan pasangan serta adikku mengendarai motor dan kami
berdua terpisah karena duluan dan istirahat di Masjid At taawun karena hujan
dan belum makan malam setelah itu shalat. Selesai itu kami berdua melajuuu ke Cibodas.
Tetapi akhirnya kami terlewat sampai ke ke Istana negara Cibodas. Seharusnya sebelum
pasar kami belok ke kanan karena kami akan mendaki melalui jalur dari Cibodas. Setelah
itu kami istirahat malam di penginapan
seadanya di warung-warung dan gratisssssss dengan bermodal membeli makanan dan
beberapa minum.
Sedang semangat-semangatnya nih Saya dan segenap Tim |
Pose kami saat di jembatan ketika pendakian |
Subuh kami sudah berkemas
dan stelah itu jam 06.00 pagi kami berangkat tanpa sarapan terlebih dahulu. Dan
kami sarapan di pos pertama pendakian. Pertama mendaki kami berjalan di
sepanjang jembatan yang tak begitu panjang. Kemudian kami melanjutkan
perjalanan dengan mendaki tangga bebatuan.... Jujur dengan tangga bebatuan
membuat kami lumayan lebih lelah dan cepat pegal dan sesekali kami istirahat.
Sesampainya di pos pertama
kami membuat teh, dan sarapan nasi dengan mie beramai-ramai. Dengan modal itu
kami melanjutkan perjalanan untuk ke pos 2.
Perjalanan ini sungguh sangat terasa, karena memang satu tim jadi terpisah-pisah dan merasa lelah sekali dan akhirnya saya dan pasangan hanya berdua menyusuri hutan.... Untungnya jalur di Gede Pangrango ini sudah ada tanda yang jelas dan tidak perlu khawatir para pemula yang mendaki. Selain itu, juga banyak orang-orang yang mendaki jadi bisa berbarenga. Apesnya adalah di tas saya dan pasangan hanya ada air dan tidak ada makanan. Karena makanan hanya ada di 2 tas para pendaki yang sudah mendahului langkah kami berdua.
Perjalanan ini sungguh sangat terasa, karena memang satu tim jadi terpisah-pisah dan merasa lelah sekali dan akhirnya saya dan pasangan hanya berdua menyusuri hutan.... Untungnya jalur di Gede Pangrango ini sudah ada tanda yang jelas dan tidak perlu khawatir para pemula yang mendaki. Selain itu, juga banyak orang-orang yang mendaki jadi bisa berbarenga. Apesnya adalah di tas saya dan pasangan hanya ada air dan tidak ada makanan. Karena makanan hanya ada di 2 tas para pendaki yang sudah mendahului langkah kami berdua.
Dua jam pendakian masih semangattttttt |
Semangattt! |
Pose dulu di Pos 1 sebelum naik lagi Saya pasanga, Afwan (adikku) dan pasangan |
Awalnya kami bersama
bersama sampai hingga pos 2 kemudian ketika berjalan lagi menuju pos ke-3 kami
sudah berpencar menjadi tiga bagian, empat orang mendahului kami yang membawa
logistik sudah terlebih dahulu, kemudian saya dan lima orang lainnya berada di
tengah dan tiga orang yang membawa peralatan di belakang kami. Sampai di pos
ketiga dengan tantangan air dan bebatuan yang licin, dibantu hanya dengan tali
kami menyebranginya. Jangan lihat ke bawah tetap lihat ke depan karena di bawah
jurang. Hihihihihi....
Treknya WOwww!!! |
Trek yang paling mendebarkan sebelum pos 3 |
Kami memutuskan untuk beristirahat
sebentar, saat itu sudah hampir menjelang ashar, kami beristirahat dengan makan
mie yang dihancurkan dan beberapa cemilan saja. Kami merasa betah beristirahat
lumayan lama karena air yang keluar dari gunung hangat, dan membuat kami
hangat dan ingin berlamaan di situ.
Namun kami harus tetap melanjutkan perjalanan, kami berjalan lagi dengan pemandangan air sungai dan curug yang tersembunyi di belakang pepohonan. Kami berjalan sudah hampir 30 menit kemudian hujan mengguyur kami, kami tetap jalan tanpa meneduh dahulu hanya mengencangkan jaket saja tak beberapa lama kami beristirahat, saya beristirahat di atas batu dan tiba-tiba gelap dan kemudian terang, kemudian gelap dan terang, rasanya berat baju ini ingin ku lepas, namun badan terasa lemas mulai tersadar kalau seluruh badan sudah kedinginan dan sesak nafas setelah itu sekujur badan sudah dibaluri dengan minyak kayu putih namun tak terasa apapun, akhirnya pasanganku menggendongku. Dengan trek yang licin dan menanjak dia tak melepaskan genggaman tangannya, dia berusaha untuk membawaku sampai di kandang badak.
Aku tak terlalu ingat, yang ku ingat ini pertama kalinya dia memohon pada orang yang tak dikenal demi sebuah roti dan akhirnya aku beristirahat dipakaikan jaketnya dan disuapi sepotong roti. Aku tak ingat jelas tiba-tiba aku sudah sampai di tenda yang akhirnya ku tahu aku sudah berganti baju dan dibalut dengan emergency blanket. Dan ternyata ini tenda milik orang Sukabumi. Kami sangat merepotkan tapi terimakasih atas tenda tumpangannya, semalaman aku dipangkuan pasanganku. Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dia tetapi kini aku tahu bahwa dia tulus denganku, dan serius denganku. Terimakasih pah Ragaku Matenggo Dirgantara.
Namun kami harus tetap melanjutkan perjalanan, kami berjalan lagi dengan pemandangan air sungai dan curug yang tersembunyi di belakang pepohonan. Kami berjalan sudah hampir 30 menit kemudian hujan mengguyur kami, kami tetap jalan tanpa meneduh dahulu hanya mengencangkan jaket saja tak beberapa lama kami beristirahat, saya beristirahat di atas batu dan tiba-tiba gelap dan kemudian terang, kemudian gelap dan terang, rasanya berat baju ini ingin ku lepas, namun badan terasa lemas mulai tersadar kalau seluruh badan sudah kedinginan dan sesak nafas setelah itu sekujur badan sudah dibaluri dengan minyak kayu putih namun tak terasa apapun, akhirnya pasanganku menggendongku. Dengan trek yang licin dan menanjak dia tak melepaskan genggaman tangannya, dia berusaha untuk membawaku sampai di kandang badak.
Aku tak terlalu ingat, yang ku ingat ini pertama kalinya dia memohon pada orang yang tak dikenal demi sebuah roti dan akhirnya aku beristirahat dipakaikan jaketnya dan disuapi sepotong roti. Aku tak ingat jelas tiba-tiba aku sudah sampai di tenda yang akhirnya ku tahu aku sudah berganti baju dan dibalut dengan emergency blanket. Dan ternyata ini tenda milik orang Sukabumi. Kami sangat merepotkan tapi terimakasih atas tenda tumpangannya, semalaman aku dipangkuan pasanganku. Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dia tetapi kini aku tahu bahwa dia tulus denganku, dan serius denganku. Terimakasih pah Ragaku Matenggo Dirgantara.
Saya dan Tim |
Trek Pendakian Tangga Batu tanpa Ujung |
Ketika mendaki puncak Gede Pangrango Saya, Kiki, dan Riska |
Pagi hari sangatlah cepat
di gunung, orang-orang yang memiliki tenda sudah tak ada dan ternyata mereka
mendai puncak berangkat jam 4 subuh. Aku bangun sarapan dan meminum obat untuk
meringankan kepala setelah makan pagi dengan mie, yah mie lagi dan lagi.
Padahal kami patungan ber-12 hampir 1,2 juta untuk logistik namun makannya
hanya mie lagi dan lagi.
Setelah itu, aku merasa baikan dan memutuskan ikut ke puncak pada jam 07.00 pagi, rek dipenuhi dengan pohon, akar pohon dan jalanan yang menanjak dengan batu “Jalan Batu Tanpa Ujung” mungkin sangat tepat julukan ini untuk gunung Gede, Pangrango. Kami sampai di puncak pada pukul 10.30 kemudian mengabadikan beberapa gambar dan yang paling menggetarkan hati adalah ketika kau maju ke depan untuk meraih puncak dan melihat ke belakang kau akan melihat beda agungnya Allah menciptakan gunung Pangrongo yang tinggi gagah ada tepat di belakangmu, melihat dengan mata kepala sendiri dan menyaksikan ke awah kawah belerang yang hampir sama dengan gunung papandayan namun ini lebih dalam dan curam.
Setelah itu, aku merasa baikan dan memutuskan ikut ke puncak pada jam 07.00 pagi, rek dipenuhi dengan pohon, akar pohon dan jalanan yang menanjak dengan batu “Jalan Batu Tanpa Ujung” mungkin sangat tepat julukan ini untuk gunung Gede, Pangrango. Kami sampai di puncak pada pukul 10.30 kemudian mengabadikan beberapa gambar dan yang paling menggetarkan hati adalah ketika kau maju ke depan untuk meraih puncak dan melihat ke belakang kau akan melihat beda agungnya Allah menciptakan gunung Pangrongo yang tinggi gagah ada tepat di belakangmu, melihat dengan mata kepala sendiri dan menyaksikan ke awah kawah belerang yang hampir sama dengan gunung papandayan namun ini lebih dalam dan curam.
Sungguh Maha Besar Allah. Ketika kau terus maju ke depan dan melihat ke belakang maka kau akan gemetar melihat ini, |
Kami tak lama dan harus
segera turun karena hari itu juga kita harus sampai bawah. Sampai di bawah jam
14.30 kemudian kami makan siang dengan mie lagi, aku merindukan makanan dengan
menu lain, hiksss... apalah daya hanya ini yang ada. Dengan bermodalkan mie
lagi kami membereskan semua barang-barang dan sebagian besar dalam keadaan
basah dan lembab. Stelah satu jam turun kami sudah hampir sampai di air panas,
namun sebelum sampai kami kehujanan kembali akhirnya kami memakai ponco dan
turun perlahan-lahan. Kali ini kami kompak saling menunggu anggota yang lain
dan aku berada di depan. Hehehehe...
Pukul 17.00 gelap
dipengunungan juga cepat dan kami bersiap dengan lampu senter tanpa makan malam
kami tetap menerjang dan kesalahanku lagi adalah kakiku kram dan hampir kena
engselnya akhirnya beberapa menit aku harus di gendong dan selanjutnya di papah
sampai di pos pertama pertanda yang buruk datang dengan penampakan yang muncul
di pohon dan setelah itu kami tetap melanjutkan perjalanan. Terus berfikir
positif dan membaca ayat kursi, setelah itu hatiku lega kami sudah sampai di
jembatan kau artinya sudah dekat tapi ternyata terasa lama dan hampir satu jam
kami melewati jembatan itu, ada apa ini? Daun bergerak tanpa angin. Konon, di
sini tempat paling menyeramkan dan tidak boleh melewati tempat ini saat magrib tiba
dan kalau tidak salah ketika naik juga tak boleh membawa pisang.
Alhamdulillah kita bisa
melewati itu semua dan sampai di tulisan Selamat Datang di pendakian gede
pangrango. Rasanya senang, haru dan ingin berlari sekencang-kencangnya ke
tempat penginapan. Nah, benar adikku yang melakukannya, aku tetap berjalan
beriringan dengan kiki dan pasanganku namun pasanganku ketinggalan dan aku
berjalan dengan kiki. Setelah sampai aku tak melihat pasanganku akhirnya aku
temui dia kelelahan dan kaki sudah lemas sekali. Akhirnya, aku menggengam
tangannya dan kami berjalan beiringan dan ternyata kiki terjatuh pingsan. Yah,
dia pingsan dan akhirnya 10 menit kemudian sadar. Alhamdulillah....
Akhirnya, terimakasih pah sudah membawaku ke puncak Gede Pangrango |
Kami sampai hampir pukul
23.00 dan memaksa kami untuk menginap semalam lagi dan keesokan paginya kami
berkemas dan bersih-bersih. Kabar buruknya adalah bensin motor pasanganku sudah
habis dan ada yang mencoba untuk membobroknya. Jadi, hati-hatilah ketika
memparkir kendaraan di sini yah J
Pendakian kedua yang
sangat berkesan, penuh dengan pengorbanan, perjuangan, dan sejuta cinta.
Terimakasih untuk semua tim, maaf jika
aku banyak merepotkan kalian. Semoga bisa kompak lagi dan pelajaran penting
adalah walaupun kita naik gunung sudah patungan untuk logistik tetapi harus
selalu ada makanan enak di tas bukan hanya cemilan. Akhhhh... jadi kangen
mendaki, semoga tahun ini bisa mendaki lagi. Amin....
Puncak Gede Pangrango dari view samping |