Rabu, 21 November 2018

Kegelisahan Pendidikan Islam Plus



Ini berawal dari aku menginjakkan kaki hari pertama mengabdikan diri sebagai pendidik. Yah... menjadi pendidik di salah satu sekolah swasta Islam yang mengusung kurikulum nasional plus dengan tambahan agama islam, tahfidz, dan shalat berjamaah zuhur serta ashar. Visi misi berkarakter Islam pun selalu terpampang dalam ikrarnya.

25 Oktober 2018 merupakan hari pertamaku yang akan mengenal generasi yang akan memimpin bangsa ini 10-20 tahun yang akan datang. Perkenalan dan segala macam semuanya berjalan lancar di hari pertama.

26 Oktober 2018 hari keduaku, semangat dan idealisku sebagai pendidik masih membara hingga pada suatu ketika sifat dan tingkah laku anak-anak yang satu kelas tidak mencapai 20 orang bagaikan 50 orang, yang seharusya hormat kepada seorang guru menjadi berani unuk keluar tanpa izin dan melanggar semua aturan yang telah ku perbuat. Dari kejadian itu pun aku merasa ‘syok’ dengan kenyataan yang dihadapi.

Minggu selanjutnya aku mencoba mengubah strategi belajarku, metode mengajar, dan gaya mengajar dengan idealisme yang hanya mengurang 10% namun ternyata aku salah menilai ini semua. Adaptasi ini sungguh membuatku kerepotan...... yang akhirnya aku berkonsultasi dengan berbagai teman-teman satu profesi yang lebih dulu berpengalaman mengajar. Kesimpulannya adalah hilangkan idealisme, dekati secara individu perlahan dan SABAR.

Akhirnya aku menyimpulkan ada beberapa masalah yang menjadi hal yang perlu dikoreksi dan dibenahi bersama bukan hanya diriku yang tak punya power (pendidik baru) namun semua aspek terutama pihak sekolah seharusnya dapat membenahi ini semua karena ini adalah ‘penyakit sangat berbahaya’ infeksinya halus namun dampaknya sangaaattttlah besar bagi penerus bangsa.

1. Ketegasan Peraturan Sekolah

Ini adalah yang paling utama dimulai dari datang sekolah, berpakaian seragam lengkap, membawa gawai, dan komputer jinjing. Terlihat memang sepele namun ini sangatttlah berpengaruh bagi keberlangsungan KBM. Peraturan HP memanglah dikumpulkan ketika anak sebelum berkegiatan KBM dengan wali kelas, namun hal terseut sangat tidak efektif banyak alasan gawai tertinggal di mobil, ada keperluan dengan gawai, dan sampai berbohong tidak membawa gawai ternyata membawa gawai. Begitupula dengan komputer jinjing seharusnya ada batas di mana digunakan laptop dan tidak. Seharusnya bukan hanya gawai yang dibatasi tetapi seharusnya laptop juga diberlakukan hal yang sama karena laptop juga memiliki fasilitas wifi dari sekolah. Jadi, apa bedanya mengumpulkan gawai tapi tetap dengan laptop? Ketika dilarang banyak alasan ketika laptop diambil melapor?????

Ada beberapa pendidik lain yang menyatakan bahwa kita di sini sistemnya tarik ulur aja Miss..... Menurutku, sikap kita yang tarik ulur itulah yang membuat peraturan menjadi tarik ulur juga sehingga siswa tidak ada rasa hormat dan takut dalam peraturan yang ada di sekolah. Inikah sistem sekolah?

Hal tersebut terbukti ketika beberapa kali saya mendengar dari beberapa guru dan saya juga melakukan ancaman pengurangan nilai, tidak diabsen, ditdai, melaporkan ke BK atau wali kelas menjadi tidak mempan. Entah memang sudah karakternya atau hanya saya yang tidak tegas?


2. Motivasi Belajar

Redahnya motivasi belajar menjadi momok yang sangat mengerikan. Ketika masuk kelas pemandangan kursi dan meja berantakan, siswa hanya 5-8 orang (entah yang lain kemana) dan pada kesempatan saya mau mencari mereka teryata berkumpul dengan adik dan kakak kelas mengobrol dan main gitar. Yah.............. ini sangat mirisss. Suatu ketika saya menanyakan alasan tidak mau belajar? Jawabnya, capek Miss, free time donk Miss, laper Miss, males Miss, ngantuk Miss. Banyak alasan itu merupakan pengalihan karena mereka tidak ada motivasi dan semangat dalam belajar. Setelah saya survei dan observasi kurangnya kompetisi antar siswa dan cita-cita masa depan bukan menjadi hal yang penting. Yang penting hanya memikirkan kesenangan, tertawa, perut kenyang, dan punya temen (geng).

Yap.... memang benar kalau mereka seslalu berkecukupan, dengan latar belakang berbeda-beda, dan memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Namun apakah itu cukup untuk masa depan dan bersikap tidak menghormati pada peraturan dan pendidik? Lalu di manakah nilai agama yang diajarkan dan nama Islam yang ada? Banyak pertanyaan yang seharusnya dijawab atau mungkin pertanyaan ini hanya bisa disimpan dan sampai kapan akan berubah. Atau memang sudah begini dan harus begini dan diriku hanya jadi pegikut yang tarik ulur?


3. Dukungan Orang Tua

Banyak orang tua yang sangat perhatian dengan anak-anaknya namun terkadang perhatiannya tersebut menjadi kecamuk tersendiri bagi pihak sekolah terkait meminta kelonggaran peraturan, tidak terima diberikan hukuman, dan sebagainya. Namun, hal positifnya adalah banyak orang tua juga yang mengomentari berbagai kegiatan sekolah dan memberikan masukkan kepada pihak sekolah.

Dukungan orang tua sangat penting namun lebih penting adalah orang tua yag seharusnya mendukung dalam hal-hal yang mendidik dan menyerahkan sepenuhnya siswa kepada guru dan peraturan sekolah. Karena dengan mendaftarkan anak ke sekolah berarti dengan begitu orang tua dan siswa setuju dengan peraturan yang berlaku di sekolah. Bukan masalah sudah membayar mahal tetapi malah kena hukuman, bayaran adalah kewajiban dan seharusnya tidak dijadikan alasan dalam kelonggaran mematuhi peraturan.


Masalah tersebut adalah sudut pandang dari diriku yang mengalami kegelisahan dalam pendidikan. Memangkah siswa lelah dengan tuntutan segala ilmu yang barat (native, berbahasa asing) dan mengharuskan menghafal, taat, dan patuh pada agama. Haruskah kita ke barat atau ke timur? Bersikap dengan ke barat dan justru ilmunya tak ada. Taat dengan timur namun tidak bisa mengikuti pendidikannya. Dukh..........pikiranku makin jauh..... hehehehe.....

Kalau memang ada teman-teman yang mengalami hal yang sama denganku dan punya solusi, bisa deh di share di kolom komentar...... biar bisa saling berbagi dan share.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar