Ini berawal dari aku menginjakkan kaki hari pertama mengabdikan
diri sebagai pendidik. Yah... menjadi pendidik di salah satu sekolah swasta Islam
yang mengusung kurikulum nasional plus dengan tambahan agama islam, tahfidz,
dan shalat berjamaah zuhur serta ashar. Visi misi berkarakter Islam pun selalu
terpampang dalam ikrarnya.
25 Oktober 2018 merupakan hari pertamaku yang akan mengenal
generasi yang akan memimpin bangsa ini 10-20 tahun yang akan datang. Perkenalan
dan segala macam semuanya berjalan lancar di hari pertama.
26 Oktober 2018 hari keduaku, semangat dan idealisku sebagai
pendidik masih membara hingga pada suatu ketika sifat dan tingkah laku
anak-anak yang satu kelas tidak mencapai 20 orang bagaikan 50 orang, yang
seharusya hormat kepada seorang guru menjadi berani unuk keluar tanpa izin dan
melanggar semua aturan yang telah ku perbuat. Dari kejadian itu pun aku merasa
‘syok’ dengan kenyataan yang dihadapi.
Minggu selanjutnya aku mencoba mengubah strategi belajarku, metode
mengajar, dan gaya mengajar dengan idealisme yang hanya mengurang 10% namun
ternyata aku salah menilai ini semua. Adaptasi ini sungguh membuatku
kerepotan...... yang akhirnya aku berkonsultasi dengan berbagai teman-teman
satu profesi yang lebih dulu berpengalaman mengajar. Kesimpulannya adalah
hilangkan idealisme, dekati secara individu perlahan dan SABAR.
Akhirnya aku menyimpulkan ada beberapa masalah yang menjadi hal
yang perlu dikoreksi dan dibenahi bersama bukan hanya diriku yang tak punya
power (pendidik baru) namun semua aspek terutama pihak sekolah seharusnya dapat
membenahi ini semua karena ini adalah ‘penyakit sangat berbahaya’ infeksinya
halus namun dampaknya sangaaattttlah besar bagi penerus bangsa.
1. Ketegasan Peraturan Sekolah
Ini adalah yang paling utama dimulai dari datang sekolah,
berpakaian seragam lengkap, membawa gawai, dan komputer jinjing. Terlihat
memang sepele namun ini sangatttlah berpengaruh bagi keberlangsungan KBM.
Peraturan HP memanglah dikumpulkan ketika anak sebelum berkegiatan KBM dengan
wali kelas, namun hal terseut sangat tidak efektif banyak alasan gawai
tertinggal di mobil, ada keperluan dengan gawai, dan sampai berbohong tidak
membawa gawai ternyata membawa gawai. Begitupula dengan komputer jinjing
seharusnya ada batas di mana digunakan laptop dan tidak. Seharusnya bukan hanya
gawai yang dibatasi tetapi seharusnya laptop juga diberlakukan hal yang sama
karena laptop juga memiliki fasilitas wifi dari sekolah. Jadi, apa bedanya
mengumpulkan gawai tapi tetap dengan laptop? Ketika dilarang banyak alasan
ketika laptop diambil melapor?????
Ada beberapa pendidik lain yang menyatakan bahwa kita di sini
sistemnya tarik ulur aja Miss..... Menurutku, sikap kita yang tarik ulur itulah
yang membuat peraturan menjadi tarik ulur juga sehingga siswa tidak ada rasa
hormat dan takut dalam peraturan yang ada di sekolah. Inikah sistem sekolah?
Hal tersebut terbukti ketika beberapa kali saya mendengar dari
beberapa guru dan saya juga melakukan ancaman pengurangan nilai, tidak diabsen,
ditdai, melaporkan ke BK atau wali kelas menjadi tidak mempan. Entah memang
sudah karakternya atau hanya saya yang tidak tegas?
2. Motivasi Belajar
Redahnya motivasi belajar menjadi momok yang sangat mengerikan.
Ketika masuk kelas pemandangan kursi dan meja berantakan, siswa hanya 5-8 orang
(entah yang lain kemana) dan pada kesempatan saya mau mencari mereka teryata
berkumpul dengan adik dan kakak kelas mengobrol dan main gitar.
Yah.............. ini sangat mirisss. Suatu ketika saya menanyakan alasan tidak
mau belajar? Jawabnya, capek Miss, free time donk Miss, laper Miss, males Miss,
ngantuk Miss. Banyak alasan itu merupakan pengalihan karena mereka tidak ada
motivasi dan semangat dalam belajar. Setelah saya survei dan observasi
kurangnya kompetisi antar siswa dan cita-cita masa depan bukan menjadi hal yang
penting. Yang penting hanya memikirkan kesenangan, tertawa, perut kenyang, dan punya
temen (geng).
Yap.... memang benar kalau mereka seslalu berkecukupan, dengan
latar belakang berbeda-beda, dan memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Namun
apakah itu cukup untuk masa depan dan bersikap tidak menghormati pada peraturan
dan pendidik? Lalu di manakah nilai agama yang diajarkan dan nama Islam yang
ada? Banyak pertanyaan yang seharusnya dijawab atau mungkin pertanyaan ini
hanya bisa disimpan dan sampai kapan akan berubah. Atau memang sudah begini dan
harus begini dan diriku hanya jadi pegikut yang tarik ulur?
3. Dukungan Orang Tua
Banyak orang tua yang sangat perhatian dengan anak-anaknya namun
terkadang perhatiannya tersebut menjadi kecamuk tersendiri bagi pihak sekolah
terkait meminta kelonggaran peraturan, tidak terima diberikan hukuman, dan
sebagainya. Namun, hal positifnya adalah banyak orang tua juga yang
mengomentari berbagai kegiatan sekolah dan memberikan masukkan kepada pihak
sekolah.
Dukungan orang tua sangat penting namun lebih penting adalah orang
tua yag seharusnya mendukung dalam hal-hal yang mendidik dan menyerahkan sepenuhnya
siswa kepada guru dan peraturan sekolah. Karena dengan mendaftarkan anak ke
sekolah berarti dengan begitu orang tua dan siswa setuju dengan peraturan yang
berlaku di sekolah. Bukan masalah sudah membayar mahal tetapi malah kena
hukuman, bayaran adalah kewajiban dan seharusnya tidak dijadikan alasan dalam
kelonggaran mematuhi peraturan.
Masalah tersebut adalah sudut pandang dari diriku yang mengalami
kegelisahan dalam pendidikan. Memangkah siswa lelah dengan tuntutan segala ilmu
yang barat (native, berbahasa asing) dan mengharuskan menghafal, taat, dan
patuh pada agama. Haruskah kita ke barat atau ke timur? Bersikap dengan ke
barat dan justru ilmunya tak ada. Taat dengan timur namun tidak bisa mengikuti
pendidikannya. Dukh..........pikiranku makin jauh..... hehehehe.....
Kalau memang ada teman-teman yang mengalami hal yang sama denganku
dan punya solusi, bisa deh di share di kolom komentar...... biar bisa saling
berbagi dan share.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar