Rabu, 27 Januari 2016

PAPANDAYAN 150515

Ini kali pertama petualanganku dimulai, dulu pernah sebelumnya dengan persiapan matang di gunung tanggamus namun kali ini dengan modal berani akhirnya kami bertujuh memutuskan tekad dan niat untuk naik gunung Papandayan yang berada di Garut.

Bermodalan sarapan bubur Garut yang khas dengan kari ayam dan berbekal nasi kuning Garut yang sekalian pesan di tukang bubur akhinya kami menuju lokasi pendakian. Salah satu dari kami membayar tempat parkiran dan izin untuk pendakian tanpa ngecam artinya kita semua sepakat naik pagi jam 08.00 ke atas setelah itu turun.

Perjalanan menuju tempat pendakian lumayan jauh kira-kira dua jam dari Cilawu menggunakan kendaraan pribadi. Dan dari titik terbawah inilah kami semua mulai mendaki, jalan yang tak begitu rata dengan pertama pemandangan sekeliling hutan dan pepohonan kemuidan mata kami disambut dengan warna putih disekeliling bukit dan sampailah kami di titik pertama adalah kawah belerang, beritirahat sejenak dengan mengabadikannya dalam foto.

Setelah itu kami menuju ke titik kedua tetapi tidak melewati jalan normal melainkan melalui jalan bawah karena jalan normal tidak bisa dilalui. Dititik kedua ini kmi beristirahat lumayan lama karena trek jalan yang turun kemudian menanjak membat kaki semakun terasa pegal. Dan sebagian dari kami megisi tenaga, makan dan mengisi minum dari mata air gunung papandayan. Jadi, kalau ke sini lagi cukup membawa dua botol besar saja karena di atas bisa diisi ulang dengan mata air yang jernih dan sedingin dari kulkas. Heheheheh














Setelah puas beristirahat dan sempat tidur beberapa menit, kami masih harus melanjutkan perjalanan berikutya ke pondok salada titik di mana para pendaki yang bermalam. Menurutku trek ini yang membawa segala ujian untuk kaki saya yang semakin merasakan lelah dan sempoyongan tapi melihat yang lain dan para pendaki yang semangat membuat kaki semakin kuat untuk turun dan menanjak sampai di pondok salada.
Tiba di pondok salada tepat waktu zuhur kemudian para laki-laki shalat jumat terlebih dahulu kemudian disusul perempuan, dan aku pun menjamak shalat zuhur dan ashar. Setelah itu, buang air di tempat yang urgen dan melanjutkan perjalanan ke puncak papandayan “Tegal Alun”. Sebelum ke puncak kami sampai dititik keempat yaitu “Hutan Mati” gunung Papandayan, seperti namanya hutan mati ini memang dikelilingi dengan beribu-ribu pohon yang hanya tinggal batang dan dahan saja berwarna colat tua yang mati dan hangus karena meletusnya gunung papandayan di tahun 2005. Tak perlu banyak warna unutuk meluiskan keindahan cukup dengan batang yang berdiri tanpa daun dan pemandangn putih dibelakangnya membuatku takjub akan kebesaran Allah SWT, akan keindahan yang bukan lagi hanya kulihat di foto tapi sekarang aku melihatnya langsung bisa merasakan hawanya langsung dan bisa memang setiap dahan yang berkerut kokoh kuat di setiap tempatnya.
Hanya sebentar di hutan mati kami jalan ke depan dan puncak papandayan sudah menunggu kami. Untuk mencapai puncak ini pun tidak mudah memang semua gunung pun begitu, puncak memang trek yang terkenal tidaklah mudah itupun yang saya rasakan dengan tim. Di awal belum terlalu terjal dan menanjak. Namun hampir satu jam kami melewati jalan terjal dan menanjak hanya bermodalkan pegang kanan kiri pohon dan akar pohon dan ada pula yang hanya memegang batu. Dibutuhkan kesabaran, keyakinan, dan kekuatan untuk terus maju sampai puncak. Jika tak berani jangan lakukan dan jangan melihat ke bwah karena pemandagan bawah terlalu indah untuk di pandang terlalu lama.
Cukup tegang dan takut untuk pemula sepertiku tapi akhirnya aku dan tim bisa sampai di padang edelweish yang sungguh menawan, di kanan kiri penuh dengan bunga penghuni pengunungan. Edelweish menjadi lembang perjuangan dan hadiah mata di puncak papandayan. Dipuncak papandayan “Tegal Alun” ini kami mengabadikan momen perjuangan tim dan kemudian berakhir dengan keadaan dan cuaca yang mulai mendung karena sudah jam setengah empat. Akhirya turunnya kami dari puncak papandayan diiringi dengan derasnya hujan yang kami rasakan semakin dingin dan berat dalam menuruni gunung ini namun jika kami tetap diam dan tak bergerak makan kami akan semakin beku maka kami tetap melanjutkan perjalanan.
Sampai di pondok salada kami hangatkan diri dengan teh hangat dan beberapa jajanan hangat bakso tusuk, cakwie, dan gorengan karena di pondok salada ini ada beberapa warung yang berdiri dengan bambu dan terpal. Untuk harganya gorengan seribu rupiah, cakwie sepuluh ribu rupiah, dan bakso lumayan besar seribu rupiah serta minuman lima ribu rupiah. Badan mulai terasa hangat sementara namun embun setiap berkata-kata tetaplah berkebul namun kami harus turun dan bergerak karena hujan sudah mulai menipis.
Langkah kakiku mulai gontai karena seluruh badan basah, sepatuku semakin berat karena hujan yang membuat besi tak bisa diam menggesek kakiku. Memang hanyalah kaki yang telah jauh melangkah dan mata yang semakin lebar melihat keindahan. Akhirnya sampai juga kami di kawah belerang titik pertama dalam mendaki tadi artinya kami sudah hampir sampai. Serasa kacamata ini sudah tak bisa fokus melihat hanya hitungan menit lalu kabur dan terasa puisng. Perasaan itu patilah ada semua tim pun merasakan namun dengan melihat laki-laki yang mengajakku melakukan hal yang mustahil namun kita berdua bisa melewati bersama itu sungguh luar biasa. Terimakasih atas kesabaran dan selalu memotivasi dalam setiap kelelahan yang kau pun rasakan. Lalu, adakah pasangan yang lebih sempurna dari seseorang yang membuat kita mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya mustahil?
Terimakasih juga atas kebesaran dan keindahanMu yang menciptakan kemolekan Gunung Papandayan, setiap jalan dan setiap kaki ini melangkah tak pernah sedikitpun terlupakan namun akan jadi pengalaman yang terindah. 2665 mdpl aku mulai memantapkan hati.

Jum’at, 15 Mei 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar