Kamis, 12 Juni 2014

Hai ^^


Hai Sang Pemilik hati aku sedang berada di titik down paling bawah. Rasa ini menggelapkan segalanya, menghentikan nafas dan seluruh tubuh kaku ngilu hingga ke syaraf. Ini bukan rasa sakit yang memaksa harus berdiri, menatap langit dan sepanjang jalan, dan memaksa bahwa kehidupan ini masih terus berjalan.
Detik ini tak akan berhenti dan selalu menghiraukan langkah ku. Jam takkan akan mau mengulang walau aku terpasung berhari-hari. Dan detak itu akan selalu mengalir mengikuti iringan yang sekalipun membuat aku tak bernafas kali ini.
Pagi ini aku berharap untuk tidak akan pernh membagi ini ke siapapun. Untuk terus berdetik, berjam, dan berdetak harmonis dalam hidup.
Hal yang diharapkan namun selalu datang adalah hujan tapi turunya hujan adalah berkah bagi sebagian orang namun bagi orang tertentu akan menjadi musibah. Mungkin begitupula melepaskan ini semua ke bumi membuat sebagian orang tertentu akan tertawa terbahak atau sebagian lain akan merasakan hal yang sama dirasakan.
Hidup ini kan terus berjalan selama kau tak mau.
Hidup ini akan terus membayangimu walau kau menolaknya.
Hidup ini akan terus menghantui walau kau menjalaninya.
Dan hidup ini selalu ada untukmu namun apakah kamu ada di kehidupan ini?

Hanya syair dari Sapardji Djoko Damono yang tepat mewakili hati saat ini.

DALAM DOAKU
Karya Sapardi Djoko Damono
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau
Senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lau hinggap di dahan mangga itu
Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup  di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doaku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang  entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu, itulah sebabnya aku tak akan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar