Destiny*
i
|
t`s a destiny. Karena aku
akan selalu menemukan jalan menuju lampu kota, Seperti aku akan selalu menemukan jalan kembali padamu. Kemanapun arah kakiku melangkah, kemanapun sayap ini mengepak terbang, tangan ini akan selalu berusaha
merengkuhmu. Jauh di rahasia kalbu. Terselip di antara siang dan malam. Senja yang emas. Engkau tidak hilang. Hanya
terseret ombak. Menggulung di buru. Arungi laut samudra. Engkau tidak pernah hilang. Hanya terkubur badai. Menghempas di kalbu. Cumbui padang pasir. Here i am. Ditemaram lampu kota yang meredup, pagi segera menjelang. Aku
masih berdiri di sini. Di sisa
perjalanan semalam, aku masih menyimpan
rindu. Selalu padamu. Tak pernah banyanganmu. Yang mungkin memantul pada wajah
perempuan lain. Tapi tidak pernah sama.
Tidak akan pernah sama. Aku ingat ketika kita berpisah. Dalam benakku memelukmu aku terisak.
"Jangan tingaalkan aku. Bisa apa aku tanpamu?" sekarang
aku sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku itu. Yang bisa kulakukan tanpamu adalah ini. Mengharapkan bisa melupakanmu dan menemukan orang lain, yang pada akhirnya bermuara pada satu
kenyataan. Aku tidak bisa
melupakanmu. Dan entah sampai kapan,
aku akan menunggumu. Giving all my days.
...
Hatiku adalah kaca. Pecah. Kusimpan kepingannya, untukmu.
...
yet,i never felt so in love before. Hatiku terbuat dari kaca. Mudah
pecah. Dan memang sudah pecah. Kerekatkan sambil mengharap suatu
keajaiban. Kau akan melangkah lagi
ke pintu hatiku. Bila saat itu
datang, pasti akan kuserahkan lagi
sebulatan hatiku. Akan kutantang kau
untuk memecahkannya. Karena bila itu
terjadi aku akan merekatkanya dan menunggumu untuk kembali lagi. Begitu seterusnya sampai kau lelah dan
kau mengerti, bahwa aku benar-benar
mencintaimu. When frever is not
enough. Aku menyesal telah mengecewakanmu.
...
Aku mengemas kenangan. Ingin membukanya kembali. Bersamamu.
...
Nothing can tear us apart. Aku akan terus memantul padamu. Meski kucoba jalur manapun. Meski kucoba cara apaun. Kutempuh seribu jalan. Semuanya hanya memutar. Berbalik padamu. Puisi-puisi itu tercipta untukmu. Lagu-lagu yang kunyanyikan untukmu. Melodi-melodi yang tercipta sebenarnya hanya berarti satu. Namamu. Selalu kupanggil untuk kembali apa yang kita punya, sendiri. Walau sekarang rasanya, aku
membutuhkanmu. Aku menginginkan kau
disampingku. Whenever. Saat aku ingin tumpuan berpijak. Saat aku ingin pelukan. Saat aku butuh bahu untuk bersandar. Wherever. Aku rindu kamu...aku bersandar sendiri. Dengan lagu kita. Yang biasa
mengiringi saat kita bercinta.
...
Sekarang aku hanya menjadi
mata di langit. Menatap semua yang
kau lakukan. Terus berharap kalau
mata ini bisa menjadi sakasi kau menjadi miliku sekali lagi. Mata ini haus untuk selalu memandangmu.
Memandangmu saat kau tertidur, saat kau tertawa, menangis, menggumam lagu
tak tentu arah. Memandang saat kau
memandangku. Seperti dulu.
...
Pagi sudah. Lampu kota sama sekali padam. Tapi tidak hatiku. Yang terus menyala untukmu. To
be at your side.
...
Aku berdiri di pinggir kota.
Menuju redup di pinggiran kota. Aku tahu pasti kalau aku akan kembali. Karena semua jalan yang kulalui hanya
akan menuntunku menuju lampu kota. Gerbang
menuju senja emas. Di mana rahasia
kita terelip antara siang malam. Whenever.
Saat kau ingin tumpuan berpijak. Saat kau ingin pelukan. Saat kau butuh bahu untuk bersandar. Wherever. Aku ingin kita bersama lagi. Kembali
merasa aman saat bersama. Aku rela
menjalani semua ini. Menelan kepahitan,
menelan duri dan onak, menghalau segala rintangan, sebrangi lautsamudra, padangpasir, untuk merasakan kau hadir kembali. Karena cahaya yang tidak pernah mati. Tidak pernah bisa mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar