Senin, 22 Februari 2016

PENIKMAT FILM “SITI” SEPI





    Judul Film        : Siti

Jenis Film        : Drama
Produser         : Ifa Isfansyah
Sutradara       : Eddie Cahyono
Penulis           : Eddie Cahyono
Produksi         : Fourcolours Films












Film yang berdurasi 88 menit ini terasa begitu lama padahal saya dan pasangan masuk terlambat hampir 20 menit karena melihat jadwal di Cinema 21 film dimulai jam 13.00 tetapi ketika sampai di XXI TIM film sudah dimulai pukul 12:30. Ketika membeli tiket hampir kaget karena semua kursi hijau dan saya pilih best view di tengah. Saya hanya berdua dengan pasangan memasuki teater tanpa penjaga dan langsung masuk agak terburu-buru karena film sudah diputar. Yah, benar di dalam tak ada satu pun penonton.

Sebagai penikmat film Indonesia yang diawali dengan mengikuti festival film pendek Indonesia dari dua tahun silam menjadikan saya penasaran untuk menonton film SITI, film ini diangkat dari kisah nyata orang-orang pinggiran Parangtritis, Yogjakarta termsuk jenis film dokumenter menggunakan gambar monocrom, hitam putih. Kenyataannya film ini awalnya berwarna, lalu apa yang menyebabkannya tayang di bioskop Indonesia menjadi hitam putih? Hal tersebut disebabkan pencahayaan yang kurang bagus menjadikan film ini harus melalui beberapa sensor, salah satunya dari segi pencahayaan. Cahaya yang tidak bagus akhirnya menjadikan film ini akhirnya diubah menjadi film hitam putih.



Keadaan rumah dan dapur rumah SITI
Film ini menceritakan seorang ibu sekaligus istri bernama SITI dengan segala konflik batin disebabkan oleh suami yang mengalami kecelakaan lumpuh, tak mau berbicara, namun dia berusaha untuk melinasi hutang suaminya yang dipinjam untuk membeli kapal yang hilang di laut. “Laut yang memberikan dan lautlah yang mengambilnya”, salah satu kutipan dari film SITI. Segala usaha di lakukan SITi dan Ibu mertuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berjualan kripik jangkrik dan undur-undur yang dipasarkan di pantai Parangtritis, dan malam hari bekerja di tempat karaoke sebagai “penyayi”. Pada akhirnya SITI diusir oleh suaminya sendiri setelah pulang dari tempat karaoke, dan telah mengumpulkan uang untuk membayar hutang, di akhiri dengan adegan SITI meuju kelaut dengan wajah yang penuh dengan seribu kata dan pertanyaan.




Adegan Siti di Karaoke setelah beberapa hari karaoke di tutup dikarena belum ada izin.



Film yang sepertinya tidak banyak menghabiskan dana ini hanya berlatar di Parangtritis Yogjakarta, di pantai, di rumah, di kantor polisi dan di tempat karaoke ini pada awalnya menjadi pemenang di acara festival film di kancah Inetrasional dan kemudian menjadi pemnang di beberapa kategori di kancah Nasional. Mungkin dengan adanya beberapa penghargaan tersebut pada akhirnya film ini dikomersilkan.

Sampai saat ini saya masih penasaran mengapa film ini menjadi pemenang di berbagai ajang perfilman nasional maupun internasional. Dari beberapa artikel yang saya baca, film ini mengangkat kisah nyata apa adanya tanpa ada pengaruh dari pihak manapun dengan menyuguhkan kondisi sosial kemiskinan orang-orang pesisir Parangtritis. Dan film ini dikemas dengan cara yang berbeda tidak dengan melankolis dan hiperbola namun dengan apadanya dan bertahan.

Dari sudut pandang saya yang terlalu brdekatan dengan kenyataan hidup dan termasuk kehidupan seperti SITI memang ada di kampung saya, saya merasa cerita film ini biasa saja. Yang menjadikannya menarik adalah beberapa simbolik dan yang membuat saya melakukan berbagai penafiran setelah menontonnya, seperti: Apakah suami SITI yang lumpuh tak bisa berbicara? Pada akhir cerita dia hanya menyaakan satu kata Pergilah! Lalu apa yang membuatnya tak mau berbicara apakah hanya karena kebencian? Apakah konflik batin SITI berujung pada kematiannya? Apakah itu tanda rasa setianya? Sedangkan di belakang suaminya dia bercinta dengan Mas Gatot? Apakah yang dilihat oleh para juri dan yang lain yang tidak dilihat oleh saya (awam film)?

Sesungguhnya film yang bagus adalah film yang membuat kita untuk terus bertanya dan berfikir bukan hanya menerima dan sejauh ini saya menikmati film ini dengan suguhan-suguhan yang tak pernah dinikmati oleh banyak khalayak umum karena pada kenyataannya peminat untuk menonton film ini sangat tidak ada. Lalu seperti apakah film yang berkualitas dan bagus? Apakah yang banyak di tonton di layar lebar? Apakah yang dipajang berminggu-mingggu di manapun? Apakah yang menghabiskan banyak uang? Apakah yang mengadakan promo dan tour ke berbagai daerah?

Beberapa pertanyaan tersebut menjadikan PR yang prnting dan belum dapat kita jawab secara bijak. Namun sesuai dengan keadaan dan kenyataan di Indonesia film yang banyak ditonton dan digemariadalah film yang dibintangi oleh artis-artis ternama dengan cerita drama yang terlalu tinggi kadar fiksinya atau film Hollywood yang menjadi box office dan akhirnya orang Indonesia pensaran dan hanya ikut-ikutan menonton saja.

Pada awalnya film ini hanya diputar dan beredar di berbagai komunitas tertentu saja namun setelah dikomersilkan hanya di dua biioskop saja ini respon masyarakat pun tak terlihat dan hampir tak ada. Dan pada akhirnya menjadi film yang hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja. Walau penikmat film ini sepi namun SITI selalu terpatri dalam pikiran dan hati.






Scene terakhir yang akhirnya suami Siti berbicara hanya satu kata
“Lunggo’o!”





Beberapa penghargaan dari Film SITI, yaitu:
1.   5 kategori nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2015
2.   3 penghargaan sekaligus salah satunya di kategori paling bergengsi yaitu Film Terbaik. Di kategori tersebut, film yang diproduseri oleh Ifa Isfansyah ini berhasil mengalahkan para pesaingnya yaitu A Copy of My Mind, Guru Bangsa: Tjokroaminoto, Mencari Hilal dan Toba Dreams.
3.   Film Terbaik, di FFI 2015 Siti juga berhasil meraih Piala Citra di Kategori Penulis Skenario Asli Terbaik dan Penata Musik Terbaik.
4.   Best Performance di Singapore International Film Festival 2014
5.   Best Scripting di Shanghai International Film Festival ke-18 tahun 2015
6.   Film Panjang Terbaik di Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2015.





Berikut Sinopsis film SITI sumber http://www.21cineplex.com/siti-movie,4082,06SITI.htm

Bercerita kehidupan satu hari seorang perempuan bernama Siti (Sekar Sari), 24 tahun. Siti adalah seorang ibu muda, yang harus mengurusi ibu mertuanya, Darmi (Titi Dibyo), anaknya, Bagas (Bintang Timur Widodo), dan Suaminya, Bagus (Ibnu Widodo “Gundul”). Bagus mengalami kecelakaan saat melaut setahun yang lalu, mengakibatkan tubuhnya mengalami kelumpuhan. Kapal Bagus yang baru dibeli dengan uang pinjaman hilang di laut. Siti harus berjuang untuk menghidupi mereka dan membayar hutang pada pak Karyo (Chatur Stanis).

Disaat keadaan makin terjepit, Siti terpaksa bekerja siang dan malam. Pada siang hari Siti berjualan Peyek Jingking di Parangtritis. Malam hari Siti bekerja sambilan sebagai pemandu karaoke untuk menambah penghasilan. Bekerja sebagai pemandu karaoke membuat Bagus tidak suka pada Siti dan membuatnya tidak mau bicara lagi dengan Siti. Keadaan ini membuat Siti frustasi. Gatot (Haydar Saliz), seorang polisi yang dikenal Siti di tempat karaoke menyukai Siti sejak lama dan ingin menikahinya. Gatot meminta Siti untuk meninggalkan suaminya. Siti dalam kebimbangan. Tekanan hidup membuat Siti harus memilih.

1 komentar: