Rabu, 24 Februari 2016

"JALAN BATU TANPA UJUNG"

Pendakian keduaku bersama pasangan adalah ke Gunung Gede, Pangrango. Perjalanan kali ini saya bersama teman-teman dari adikku. Tepatnya teman-teman sekelas nya di UIN Jakarta dengan membawa kakak kelas abadi yang katanya sudah berpengalaman dalam mendaki gunung. Persiapan kami cukup lama dengan adanya brefing H-1 berkenalan dan membeli perlengkapan untuk persiapan. Keesokan harinya kami  dari pagi jam 10 dan ternyata batu jalan magrib gara-gara yah masalah kendaraan untuk ke cibodas. Melelahkan duluan dan terkesan tak kompak yah tidak sesuai dengan perjanjian dan kuakui pendakian ini tim terbanyak dengan 12 orang dan hanya dengan membawa satu tenda kapasitasnya hanya 5 orang.



Puncak Gede Pangrango dengan view belakang Surken


Perjalanan selepas magrib dari Ciputat kemudian saya dan pasangan serta adikku mengendarai motor dan kami berdua terpisah karena duluan dan istirahat di Masjid At taawun karena hujan dan belum makan malam setelah itu shalat. Selesai itu kami berdua melajuuu ke Cibodas. Tetapi akhirnya kami terlewat sampai ke ke Istana negara Cibodas. Seharusnya sebelum pasar kami belok ke kanan karena kami akan mendaki melalui jalur dari Cibodas. Setelah itu  kami istirahat malam di penginapan seadanya di warung-warung dan gratisssssss dengan bermodal membeli makanan dan beberapa minum.


Sedang semangat-semangatnya nih
Saya dan segenap Tim



Pose kami saat di jembatan ketika pendakian
Subuh kami sudah berkemas dan stelah itu jam 06.00 pagi kami berangkat tanpa sarapan terlebih dahulu. Dan kami sarapan di pos pertama pendakian. Pertama mendaki kami berjalan di sepanjang jembatan yang tak begitu panjang. Kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan mendaki tangga bebatuan.... Jujur dengan tangga bebatuan membuat kami lumayan lebih lelah dan cepat pegal dan sesekali kami istirahat.


Sesampainya di pos pertama kami membuat teh, dan sarapan nasi dengan mie beramai-ramai. Dengan modal itu kami melanjutkan perjalanan untuk ke pos 2. 

Perjalanan ini sungguh sangat terasa, karena memang satu tim jadi terpisah-pisah dan merasa lelah sekali dan akhirnya saya dan pasangan hanya berdua menyusuri hutan.... Untungnya jalur di Gede Pangrango ini sudah ada tanda yang jelas dan tidak perlu khawatir para pemula yang mendaki. Selain itu, juga banyak orang-orang yang mendaki jadi bisa berbarenga. Apesnya adalah di tas saya dan pasangan hanya ada air dan tidak ada makanan. Karena makanan hanya ada di 2 tas para pendaki yang sudah mendahului langkah kami berdua.


Dua jam pendakian masih semangattttttt

Semangattt!

Pose dulu di Pos 1 sebelum naik lagi
Saya pasanga, Afwan  (adikku) dan pasangan

Awalnya kami bersama bersama sampai hingga pos 2 kemudian ketika berjalan lagi menuju pos ke-3 kami sudah berpencar menjadi tiga bagian, empat orang mendahului kami yang membawa logistik sudah terlebih dahulu, kemudian saya dan lima orang lainnya berada di tengah dan tiga orang yang membawa peralatan di belakang kami. Sampai di pos ketiga dengan tantangan air dan bebatuan yang licin, dibantu hanya dengan tali kami menyebranginya. Jangan lihat ke bawah tetap lihat ke depan karena di bawah jurang. Hihihihihi....

Treknya WOwww!!!













Trek yang paling mendebarkan sebelum pos 3



Kami memutuskan untuk beristirahat sebentar, saat itu sudah hampir menjelang ashar, kami beristirahat dengan makan mie yang dihancurkan dan beberapa cemilan saja. Kami merasa betah beristirahat lumayan lama karena air yang keluar dari gunung hangat, dan membuat kami hangat dan ingin berlamaan di situ.


 Namun kami harus tetap melanjutkan perjalanan, kami berjalan lagi dengan pemandangan air sungai dan curug yang tersembunyi di belakang pepohonan. Kami berjalan sudah hampir 30 menit kemudian hujan mengguyur kami, kami tetap jalan tanpa meneduh dahulu hanya mengencangkan jaket saja tak beberapa lama kami beristirahat, saya beristirahat di atas batu dan tiba-tiba gelap dan kemudian terang, kemudian gelap dan terang, rasanya berat baju ini ingin ku lepas, namun badan terasa lemas mulai tersadar kalau seluruh badan sudah kedinginan dan sesak nafas setelah itu sekujur badan sudah dibaluri dengan minyak kayu putih namun tak terasa apapun, akhirnya pasanganku menggendongku. Dengan trek yang licin dan menanjak dia tak melepaskan genggaman tangannya, dia berusaha untuk membawaku sampai di kandang badak. 


Aku tak terlalu ingat, yang ku ingat ini pertama kalinya dia memohon pada orang yang tak dikenal demi sebuah roti dan akhirnya aku beristirahat dipakaikan jaketnya dan disuapi sepotong roti. Aku tak ingat jelas tiba-tiba aku sudah sampai di tenda yang akhirnya ku tahu aku sudah berganti baju dan dibalut dengan emergency blanket. Dan ternyata ini tenda milik orang Sukabumi. Kami sangat merepotkan tapi terimakasih atas tenda tumpangannya, semalaman aku dipangkuan pasanganku. Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dia tetapi kini aku tahu bahwa dia tulus denganku, dan serius denganku. Terimakasih pah Ragaku Matenggo Dirgantara.



Saya dan Tim




Trek Pendakian Tangga Batu tanpa Ujung




Ketika mendaki puncak Gede Pangrango
Saya, Kiki, dan Riska

Pagi hari sangatlah cepat di gunung, orang-orang yang memiliki tenda sudah tak ada dan ternyata mereka mendai puncak berangkat jam 4 subuh. Aku bangun sarapan dan meminum obat untuk meringankan kepala setelah makan pagi dengan mie, yah mie lagi dan lagi. Padahal kami patungan ber-12 hampir 1,2 juta untuk logistik namun makannya hanya mie lagi dan lagi. 


Setelah itu, aku merasa baikan dan memutuskan ikut ke puncak pada jam 07.00 pagi, rek dipenuhi dengan pohon, akar pohon dan jalanan yang menanjak dengan batu “Jalan Batu Tanpa Ujung” mungkin sangat tepat julukan ini untuk gunung Gede, Pangrango. Kami sampai di puncak pada pukul 10.30 kemudian mengabadikan beberapa gambar dan yang paling menggetarkan hati adalah ketika kau maju ke depan untuk meraih puncak dan melihat ke belakang kau akan melihat beda agungnya Allah menciptakan gunung Pangrongo yang tinggi gagah ada tepat di belakangmu, melihat dengan mata kepala sendiri dan menyaksikan ke awah kawah belerang yang hampir sama dengan gunung papandayan namun ini lebih dalam dan curam.





Sungguh Maha Besar Allah. Ketika kau terus maju ke depan dan  melihat ke belakang maka kau akan gemetar melihat ini,




Kami tak lama dan harus segera turun karena hari itu juga kita harus sampai bawah. Sampai di bawah jam 14.30 kemudian kami makan siang dengan mie lagi, aku merindukan makanan dengan menu lain, hiksss... apalah daya hanya ini yang ada. Dengan bermodalkan mie lagi kami membereskan semua barang-barang dan sebagian besar dalam keadaan basah dan lembab. Stelah satu jam turun kami sudah hampir sampai di air panas, namun sebelum sampai kami kehujanan kembali akhirnya kami memakai ponco dan turun perlahan-lahan. Kali ini kami kompak saling menunggu anggota yang lain dan aku berada di depan. Hehehehe...




Pukul 17.00 gelap dipengunungan juga cepat dan kami bersiap dengan lampu senter tanpa makan malam kami tetap menerjang dan kesalahanku lagi adalah kakiku kram dan hampir kena engselnya akhirnya beberapa menit aku harus di gendong dan selanjutnya di papah sampai di pos pertama pertanda yang buruk datang dengan penampakan yang muncul di pohon dan setelah itu kami tetap melanjutkan perjalanan. Terus berfikir positif dan membaca ayat kursi, setelah itu hatiku lega kami sudah sampai di jembatan kau artinya sudah dekat tapi ternyata terasa lama dan hampir satu jam kami melewati jembatan itu, ada apa ini? Daun bergerak tanpa angin. Konon, di sini tempat paling menyeramkan dan tidak boleh melewati tempat ini saat magrib tiba dan kalau tidak salah ketika naik juga tak boleh membawa pisang.






Alhamdulillah kita bisa melewati itu semua dan sampai di tulisan Selamat Datang di pendakian gede pangrango. Rasanya senang, haru dan ingin berlari sekencang-kencangnya ke tempat penginapan. Nah, benar adikku yang melakukannya, aku tetap berjalan beriringan dengan kiki dan pasanganku namun pasanganku ketinggalan dan aku berjalan dengan kiki. Setelah sampai aku tak melihat pasanganku akhirnya aku temui dia kelelahan dan kaki sudah lemas sekali. Akhirnya, aku menggengam tangannya dan kami berjalan beiringan dan ternyata kiki terjatuh pingsan. Yah, dia pingsan dan akhirnya 10 menit kemudian sadar. Alhamdulillah....




Akhirnya, terimakasih pah sudah membawaku ke puncak Gede Pangrango


Kami sampai hampir pukul 23.00 dan memaksa kami untuk menginap semalam lagi dan keesokan paginya kami berkemas dan bersih-bersih. Kabar buruknya adalah bensin motor pasanganku sudah habis dan ada yang mencoba untuk membobroknya. Jadi, hati-hatilah ketika memparkir kendaraan di sini yah J



Pendakian kedua yang sangat berkesan, penuh dengan pengorbanan, perjuangan, dan sejuta cinta. Terimakasih untuk semua tim,  maaf jika aku banyak merepotkan kalian. Semoga bisa kompak lagi dan pelajaran penting adalah walaupun kita naik gunung sudah patungan untuk logistik tetapi harus selalu ada makanan enak di tas bukan hanya cemilan. Akhhhh... jadi kangen mendaki, semoga tahun ini bisa mendaki lagi. Amin....



Puncak Gede Pangrango dari view samping




2 komentar:

  1. sejak awal memang sudah pertanda pendakian akan banyak halangan, dari waktu yang mundur terlalu jauh, perbekalan yang kurang, dan kurangnya kendaraan.

    Tapi tetap bersukur setelah semua halangan dan ujian, semua bisa dilewati dengan susah payah, bersukur kita kembali dengan selamat.

    Terima Kasih untuk kisah yg kau abadikan.

    BalasHapus
  2. Iya pah, benar sekali. Terimakasih juga sudah mau bersabar menghadapiku dan seluruh tim. Seluruhnya bersamamu akanku abadikan.

    Semoga tahun ini kita bisa mendaki lagi. Amin...

    BalasHapus